Rabu 21 Sep 2022 19:49 WIB

China Serukan Gencatan Senjata Rusia-Ukraina

Putin mengumumkan mobilisasi militer parsial untuk konflik di Ukraina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang prajurit Ukraina menembakkan senjata anti-tank NLAW selama latihan dalam Operasi Pasukan Gabungan, di wilayah Donetsk, Ukraina timur, 15 Februari 2022. Pengiriman senjata Barat sangat penting bagi upaya Ukraina untuk menangkis serangan Rusia serangan dalam perang hampir 5 bulan.
Foto: AP/Vadim Ghirda
Seorang prajurit Ukraina menembakkan senjata anti-tank NLAW selama latihan dalam Operasi Pasukan Gabungan, di wilayah Donetsk, Ukraina timur, 15 Februari 2022. Pengiriman senjata Barat sangat penting bagi upaya Ukraina untuk menangkis serangan Rusia serangan dalam perang hampir 5 bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China menyerukan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina lewat dialog serta konsultasi. Hal itu disampaikan setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan tentang mobilisasi militer parsial untuk konflik di Ukraina.

"Kami menyerukan kepada pihak-pihak terkait untuk mewujudkan gencatan senjata melalui dialog dan konsultasi, serta menemukan solusi yang mengakomodasi masalah keamanan yang sah dari semua pihak sesegera mungkin," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam pengarahan pers reguler, Rabu (21/9).

Baca Juga

Vladimir Putin telah mengumumkan mobilisasi militer parsial di Rusia. “Kita berbicara tentang mobilisasi parsial, yaitu warga negara yang memenuhi syarat saat ini akan dikenakan wajib militer, dan mereka yang bertugas di angkatan bersenjata dengan spesialisasi militer tertentu dan pengalaman yang relevan,” kata Putin dalam pidatonya, Rabu.

Putin mengatakan, keputusan untuk mobilisasi parsial bertujuan untuk melindungi Rusia dan seluruh rakyatnya. "Ini untuk melindungi tanah air kita, kedaulatan dan integritas teritorialnya, untuk memastikan keamanan rakyat kita dan orang-orang di wilayah yang dibebaskan," ucapnya.

Pengumuman Putin tentang mobilisasi militer parsial terjadi setelah empat wilayah di Ukraina timur yang kini berada di bawah kontrol Moskow mengumumkan akan melangsungkan referendum untuk bergabung dengan Rusia. Empat wilayah tersebut adalah Luhansk, Donetsk, Kherson, dan sebagian wilayah Zaporizhzhia. Referendum diagendakan digelar pada Jumat (23/9) mendatang.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmitro Kuleba telah mengkritik keras rencana referendum tersebut. “Ukraina memiliki hak untuk membebaskan wilayahnya dan akan terus membebaskan mereka, apa pun yang dikatakan Rusia,” ujarnya.

Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pun telah mengomentari tentang rencana refrendum tersebut. “Kami tidak akan pernah mengakui wilayah ini sebagai apa pun selain bagian dari Ukraina,” katanya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement