Rabu 28 Sep 2022 10:53 WIB

Logam Timah Picu Meningkatnya Penyandang Autisme di Babel

Penyebab autisme masih belum diketahui secara pasti

Red: A.Syalaby Ichsan
Seminar Pendidikan Deteksi Dini Autisme dan Penanganannya di SLB Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Sabtu (10/9)
Foto: Dokpri
Seminar Pendidikan Deteksi Dini Autisme dan Penanganannya di SLB Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Sabtu (10/9)

Oleh : Nurwati, S.Pd ( Penulis dan Pendidik di SMPN 2 Namang Kab.  Bangka Tengah, Prov.Kep. Bangka Belitung )

IHRAM.CO.ID, "Disability is a matter of perception. If you can do just one thing well, you’re needed by someone."( Kecacatan adalah masalah persepsi. Jika Anda dapat melakukan satu hal dengan baik, Anda dibutuhkan oleh seseorang.) by Martina Navratilova.

Kita harus bisa memaknai pepatah ini bahwa siap anak yang dilahirkan kedunia ini memiliki kemampuan dan kekurangan yang berbeda-beda,begitu juga dengan para penyandang disabilitas yang mempunyai banyak kekurangan. Meski demikian, Sang Pencipta memberikan kelebihan yang tak terhingga sehingga mereka mampu berkarya,berguna bagi bangsa dan negara.

WHO memprediksi 1 dari 160 anak di dunia menderita gangguan spektrum autisme, sedangkan jumlah penderita gangguan spektrum autisme di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan 500 orang setiap tahunnya. Periode tahun 2020-2021 dilaporkan sebanyak 5.530 kasus gangguan perkembangan pada anak, termasuk gangguan spektrum autisme yang mendapatkan layanan di Puskesmas (Kemkes.go.id)

Hingga kini, penyebab autisme masih belum diketahui secara pasti. Namun, risiko terjadinya gangguan autisme dapat meningkat jika terdapat faktor genetik dan lingkungan, misalnya paparan racun, efek samping obat-obatan, infeksi virus, serta gaya hidup tidak sehat selama hamil. 

Hal ini  terjadi di provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimana penderita autisme lebih banyak mengingat daerah ini adalah penghasil timah terbesar. Timbal atau timah hitam,termasuk logam berat merusak jaringan saraf dan otak,. ”Tingginya kandungan logam berat bisa ditemukan di rambut atau darah,” kata psikiater Rumah Sakit Umum dr Soetomo, Surabaya, Endang Warsiki, dalam jumpa persnya dan beliau  pernah mendapat pasien anak yang menderita autisme. ”Setelah dikhelasi (pengurangan kadar logam berat), anak itu berangsur normal,” ujarnya. (Kompas.com).

photo
Anak-anak penyandang Autisme (Ilustrasi) - (Dokpri)

Penyandang autis ini banyak dialami laki-laki  dengan perbandingan 4:1 laki-laki dan perempuan, menurut data autisme tahun 2016. Jika pada tahun 2008, perkiraan prevalensi  autisme adalah 1 dari 125 anak, maka pada tahun 2020 meningkat menjadi 1 dari 54 anak.Penyandang  autisme ini banyak mengalami perundangan di sekolah maupun di masyarakat,sehingga pemerintah memberikan bimbingan dan pelatihan kepada para guru baik yang mengajar di sekolah reguler maupun di Sekolah Luar Biasa (SLB) (Babelpos).

Banyaknya penyandang autisme di Babel mendorong pemerintah daerah mendirikan Sekolah Luar Biasa ( SLB) yang tersebar di enam (6) kabupaten dan satu (1) kota selain itu adanya  Pusat Layanan Autis (PLA) untuk membantu anak-anak penyandang autisme, PLA ini dikembangkan menjadi Pusat Layanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) jadi dalam satu tempat tak hanya melayani terapi untuk anak autis saja,namun juga untuk tunanetra,tunarungu,tunadaksa dan tunagrahita.

Dalam rangka kegiatan sosial yang diadakan Dharma Wanita Persatuan ( DWP) dinas pendidikan Babel yang diketuai oleh Ny.Ati Lasmanawati Ervawi, dimana mengadakan seminar pendidikan dengan tema “Deteksi Dini Autisme dan Penanganannya”,  yang hadir sebagai pemateri adalah Ibu Pj Gubernur Sri Utami Soedarsono Djamaluddin, M.Si. 

Pengalaman beliau menjadi relawan di salah satu sekolah di Amerika ternyata menjadi awal dirinya terus berkecimpung di dunia pendidikan khususnya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Utamanya adalah anak anak penyandang autisme. Saat ini beliau masih menjabat sebagai Kepala SLB di Sekolah Transisi Pelita Hati.

Dalam seminar ini Ibu Tami, begitu ia biasa disapa berharap sumber daya manusia di Kep. Babel khususnya tenaga pendidik dan orang tua mampu melakukan deteksi dini khususnya anak penyandang autisme. "Hal ini sangat penting dilakukan. Tujuannya agar penyandang autisme dapat segera ditangani dengan tepat untuk mencegah permasalahan lain ketika anak tumbuh dewasa utamanya permasalahan komunikasi dan sosialisasi," ujarnya mengawali paparan pada Seminar pendidikan “ Deteksi Dini Autisme dan Penanganannya” di SLB Muntok , Kab. Bangka Barat, Sabtu (10/9/2022).

Anak-anak penyandang autisme dikatakannya punya hak yang sama dengan anak-anak reguler lainnya. Mereka juga dikatakannya memiliki potensi yang harus digali dengan pendekatan khusus dan mesti dilakukan secara tepat agar potensi anak tersebut menjadi optimal. 

"Ini bukti nyata, pada bulan Maret 2021 kemarin, orang tua salah satu murid saya yang bernama Doni menelepon dan mengundang saya untuk hadir di wisuda Doni dari Fakultas Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat itu saya langsung sujud syukur. Doni ini adalah salah satu murid yang kami didik pada tahun 2003," tuturnya

Oleh karena itu, program pendidikan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau disabilitas dikatakannya harus memiliki standar khusus, tidak bisa disamakan programnya, karena mereka adalah anak-anak unik dengan keterbatasan yang sangat berbeda. 

Kami sebagai anggota DPW sekaligus pendidik pada sekolah regular sangat antusias mengikuti seminar ini karena sering ada Anak Berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah kami, sebagai guru sekaligus orang tua serta masyarakat sosial harus memiliki wawasan untuk bisa mendeteksi dini anak autis serta penangananya.

Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Babel dan diikuti oleh peserta dari kalangan tenaga pendidik dan para anggota DWP dinas pendidikan,Babel,para pejabat daerah Kab.Bangka Barat beserta istri , tenaga dari Pusat Layanan Autis (PLA)  Babel,serta orang tua wali siswa dari SLB Muntok.

Sebagai bentuk perhatian pemerintah dan semua elemen akan dibangun  asesmen center di tiap kabupaten, pada tahun 2023 ini dan pusatnya di provinsi.Mengadakan pelatihan bagi para pendidik SLB,serta sudah ada tenaga okupasi dan tenaga lainnya yang disekolahkan dari dana provinsi sebanyak 6 orang, sehingga anak-anak penyandang autisme di Kep. Babel mendapatkan penanganan yang tepat sehingga mereka dapat hidup mandiri. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement