Senin 03 Oct 2022 16:11 WIB

Demi Keselamatan Warga, Penggunaan Jembatan Sasak Perlu Diawasi

Jembatan Sasak tidak direkomendasikan untuk dilalui mengingat risikonya.

Rep: c02/ Red: Yusuf Assidiq
Jembatan Sasak yang melintasi Bangawan Solo.
Foto: Muhammad Noor Alfian
Jembatan Sasak yang melintasi Bangawan Solo.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemkot (Pemerintah Kota) Solo meminta Dinas Perhubungan (Dishub), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Solo, dan SAR setempat untuk mengawasi aktivitas di Jembatan Sasak. Langkah itu sebagai antisipasi terhadap kejadian tidak diinginkan di jembatan tersebut.

Sejatinya, Jembatan Sasak tidak direkomendasikan untuk dilalui mengingat risikonya. Arus di Sungai Bengawan Solo bertambah besar ketika memasuki musim hujan. Meski demikian, pemkot belum melarang warga menggunakan jembatan tersebut sebagai alternatif.

Namun demikian, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming, menugaskan mulai dari Dishub, BPDB, dan SAR untuk terus memantau jembatan. "Saya tidak merekomendasikan adanya Jembatan Sasak itu, yang penting kalau Jembatan Mojo sudah jadi saya minta jembatan segera dibongkar. Saya sudah meminta Dishub, BPBD, dan SAR untuk siaga di sana. Jangan sampai over kapasitas dan waspada saat hujan saja ya," kata dia.

Terpisah, menurut salah satu relawan SAR Solo, Hananto,  jembatan itu memang perlu pengawasan. Apalagi mengingat material yang digunakan tidak seperti jembatan permanen, dan hanya menggunakan bambu dan drum.

Selain juga ada arus sungai yang juga bisa mempengaruhi konstruksi ditambah beban kendaraan melintas setiap menitnya. "Semenit itu kan ada 15-20 motor lewat, beban itu semakin lama bisa mempengaruhi kestabilan jembatan sendiri. Belum lagi persoalan debit air Sungai Bengawan yang akan berubah ketika musim hujan. Jadi memang harus diawasi betul-betul," kata Hananto yang juga petugas di Tim Reaksi Cepat BPBD Solo.

 

Dlam rangka pengawasan, pihaknya belakangan ini rutin mengawasi satu sampai dua jam. Jembatan Sasak sendiri menghubungkan Kampung Beton, Kelurahan Sewu (Solo), dan Desa Gadingan, Mojolaban (Sukoharjo).

"Sejak dibangun saya memang menyempatkan mengecek, baik yang di Beton maupun yang di Sampangan (baru). Memang yang lebih ramai di Beton," ujarnya.

Sementara itu, pengelola Jembatan Sasak, Supriyadi (58) mengatakan pembuatan jembatan dari bambu itu karena terdampak penutupan Jembatan Mojo dan Jembatan Jurug B. Adanya jembatan bertujuan untuk memudahkan akomodasi dan memangkas waktu perjalanan jika harus antri di Jembatan Sasak satunya.

"Sebenarnya ini juga untuk masyarakat, kasihan kan yang kerja, sekolah ada banyak yang biasanya lewatnya Jembatan Mojo. Kasihan buat mereka yang masuk pukul 06.30 pada pukul 07.00 udah ramai 100 meter lebih antrinya," katanya.

Untuk tarif melewati jembatan ini, Supriyadi mengatakan pihaknya tidak mematok harga. Sedangkan antisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, pihanya menyediakan ban dan pelampung.

"Dua ribu sekali menyebrang, tapi kalau tidak punya uang tidak apa-apa. Karena kami tidak mematok, Ada ban dan pelampung juga, nanti ada juga yang membantu untuk menyebrang motornya di jembatan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement