Kamis 13 Oct 2022 07:34 WIB

Taliban Kritik Sanksi Terbaru AS

Langkah itu akan memperburuk hubungan Washington dengan pemerintahan Afghanistan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Pejuang Taliban berjaga-jaga di lokasi ledakan, dekat sebuah masjid, di Kabul, Afghanistan, Jumat, 23 September 2022. Pemerintahan Taliban di Afghanistan mengkritik keputusan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi baru berupa pembatasan visa kepada sejumlah anggota dan mantan anggota kelompok tersebut.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Pejuang Taliban berjaga-jaga di lokasi ledakan, dekat sebuah masjid, di Kabul, Afghanistan, Jumat, 23 September 2022. Pemerintahan Taliban di Afghanistan mengkritik keputusan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi baru berupa pembatasan visa kepada sejumlah anggota dan mantan anggota kelompok tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemerintahan Taliban di Afghanistan mengkritik keputusan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi baru berupa pembatasan visa kepada sejumlah anggota dan mantan anggota kelompok tersebut. Menurut Taliban, langkah itu akan memperburuk hubungan Washington dengan pemerintahan Afghanistan.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Afghanistan yang dipimpin Taliban mengungkapkan, sanksi terbaru AS merupakan penghalang bagi pengembangan hubungan antara kedua negara. “Keputusan semacam itu dapat berdampak negatif pada hubungan bilateral,” katanya dalam sebuah pernyataan, Rabu (12/10/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.

Baca Juga

Menurut Kemenlu Afghanistan, sanksi AS diumumkan setelah pejabat tinggi kedua negara menggelar pembicaraan di Doha, Qatar, pekan ini. Pada kesempatan itu, mereka membahas hampir semua isu penting. Namun Kemenlu Afghanistan tak menjelaskan secara lebih detail tentang hal tersebut.

Sanksi terbaru AS terhadap Taliban berkaitan dengan perlakuan atau kebijakan mereka kepada kaum perempuan Afghanistan. Washington menerapkan pembatasan visa bagi para anggota dan mantan anggota Taliban yang terlibat dalam penindasan kaum perempuan Afghanistan lewat kebijakan pembatasan serta kekerasan. “Sebagai contoh suram, selama lebih dari satu tahun, Afghanistan tetap menjadi satu-satunya negara di dunia di mana anak perempuan secara sistematis dilarang bersekolah di luar kelas enam, tanpa tahu sampai kapan,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken saat berpidato dalam rangka memperingati Hari Internasional Anak Perempuan PBB, Selasa lalu.

Pada Agustus lalu Taliban menyerukan masyarakat internasional untuk mengakui mereka sebagai representasi pemerintahan yang sah di Afghanistan. Seruan itu disampaikan saat Taliban memperingati satu tahun penarikan total pasukan AS dari negara tersebut. “Pengalaman selama 20 tahun terakhir dapat menjadi panduan yang baik. Segala jenis tekanan serta ancaman terhadap rakyat Afghanistan dalam 20 tahun terakhir telah gagal dan hanya meningkatkan krisis,” kata Taliban dalam sebuah pernyataan, 31 Agustus lalu.

Taliban pun menegaskan bahwa Imarah Islam adalah pemerintahan yang sah dan perwakilan dari rakyat Afghanistan. Imarah Islam adalah nama yang diberikan Taliban untuk pemerintahan mereka setelah berhasil merebut kembali Afghanistan pada 15 Agustus tahun lalu.

AS menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada 30 Agustus 2021. Pasukan Negeri Paman Sam sudah beroperasi selama 20 tahun di Afghanistan, tepatnya pasca serangan teror terhadap gedung World Trade Center di New York pada 11 September 2001. Sebelum Taliban kembali berkuasa, AS merupakan sekutu utama pemerintahan Afghanistan dalam memerangi Taliban.

Hingga kini, belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Belum diperlihatkannya komitmen untuk memenuhi hak dasar warga Afghanistan, khususnya kaum perempuan, dinilai menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat internasional belum memberi pengakuan kepada Taliban. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement