Kamis 13 Oct 2022 08:27 WIB

IMF: Ekonomi Zona Euro Hanya Tumbuh 0,5 Persen di 2023

IMF sebut kekuatan utama Euro seperti Jerman diperkirakan minus 0,3 persen

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Zona Euro (ilustrasi). Ekonomi negara anggota Euro diperkirakan tumbuh hanya 0,5 persen pada 2023. Dana Moneter Internasional (IMF) menjelaskan, itu karena beberapa faktor termasuk perang di Ukraina, rekor inflasi, dan dampak berkelanjutan dari pandemi Covid-19 membebani prospek.
Foto: finanzza.com
Zona Euro (ilustrasi). Ekonomi negara anggota Euro diperkirakan tumbuh hanya 0,5 persen pada 2023. Dana Moneter Internasional (IMF) menjelaskan, itu karena beberapa faktor termasuk perang di Ukraina, rekor inflasi, dan dampak berkelanjutan dari pandemi Covid-19 membebani prospek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi negara anggota Euro diperkirakan tumbuh hanya 0,5 persen pada 2023. Dana Moneter Internasional (IMF) menjelaskan, itu karena beberapa faktor termasuk perang di Ukraina, rekor inflasi, dan dampak berkelanjutan dari pandemi Covid-19 membebani prospek.

Zona euro 19 negara yang akan tumbuh menjadi 20 anggota mulai 1 Januari 2023 dengan adopsi mata uang tunggal oleh Kroasia sekarang diproyeksikan mencatat pertumbuhan paling lambat di kawasan mana pun di seluruh dunia tahun depan. Hal tersebut setelah IMF memangkas perkiraannya sebesar 0,7 poin, persentase dari pandangan sebelumnya disampaikan hanya tiga bulan lalu.

Sementara Jerman sebagai kekuatan ekonomi Uni Eropa, sekarang diperkirakan akan mencatat pertumbuhan tahunan negatif sebesar minus 0,3 persen seperti halnya Italia yang minus 0,2 persen. Prospek untuk Prancis dan Spanyol tetap positif meskipun lebih rendah dari perkiraan Juli dengan PDB tahunan sekarang terlihat masing-masing di 0,7 persen dan 1,2 persen.

Lembaga keuangan yang berbasis di Washington mempertahankan proyeksinya tidak berubah bagi AS yang terlihat tumbuh sebesar 1 persen. Sedangkan Asia diperkirakan akan mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 4,9 persen.

Secara keseluruhan, ekonomi global akan tumbuh sebesar 2,7 persen. Angka itu turun 0,2 persen dibandingkan perkiraan sebelumnya.

"Ini adalah profil pertumbuhan terlemah sejak 2001. Kecuali untuk krisis keuangan global dan fase akut pandemi Covid-19 dan mencerminkan perlambatan signifikan bagi ekonomi terbesar," kata IMF dalam laporannya, seperti dilansir euronews pada Rabu (12/10).

Mereka menyoroti inflasi yang tinggi, kondisi keuangan yang lebih ketat, invasi Rusia ke Ukraina, dan pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Semua faktor itu dinilai sangat membebani prospek.

"Lebih dari sepertiga ekonomi global akan berkontraksi tahun ini atau tahun depan, sementara tiga ekonomi terbesar Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China akan terus terhenti. Singkatnya, yang terburuk belum datang, dan untuk banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi," tutur IMF.

Bulan lalu, inflasi di kawasan euro mencapai 10 persen untuk pertama kalinya. Didorong oleh harga energi yang melonjak selama 12 bulan sebelumnya sebagai akibat dari serangan skala penuh Rusia di Ukraina.

Bank Sentral Eropa sedang mencoba untuk mengendalikan kenaikan harga yang tidak terkendali melalui kenaikan suku bunga. Ini telah mengoperasikan kenaikan paling tajam yang pernah ada dan telah mengisyaratkan bahwa kenaikan lebih lanjut dapat diamanatkan selama beberapa bulan mendatang.

"Risiko paling signifikan untuk ekonomi kawasan euro adalah bahwa kita melihat eskalasi lebih lanjut dari kekuatan yang mendorong penurunan peringkat dalam perkiraan," kata Wakil Direktur IMF Petya Koeva Brooks dalam sebuah wawancara dengan koresponden Euronews Sasha Vakulina.

Ia melanjutkan, memburuknya krisis energi dan inflasi yang berlangsung lebih lama, akan mendorong pengetatan kebijakan lebih lanjut dan pada akhirnya membuat prospek 2023 semakin buruk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement