Sabtu 15 Oct 2022 10:12 WIB

Kontroversi Lukas Enembe Jadi Kepala Suku Besar Berlanjut, Tokoh Adat Menggugat

Penobatan Lukas Enembe sebagai kepala suku besar menuai kontroversi

Gubernur Papua Lukas Enembe. Penobatan Lukas Enembe sebagai kepala suku besar menuai kontroversi
Foto: ANTARA/HO-Humas Pemprov Papua
Gubernur Papua Lukas Enembe. Penobatan Lukas Enembe sebagai kepala suku besar menuai kontroversi

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -  Status baru Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai kepala suku besar orang Papua terus menuai kontroversi. Pihak-pihak yang telah mengukuhkan Lukas Enembe menjadi Kepala suku besar dipertanyakan legalitasnya. Dominikus Sorabut yang mengklaim dirinya sebagai Ketua Dewan Adat Papua (DAP) yang melantik Lukas ternyata adalah Ketua DAP versi Papua merdeka. 

Pernyataan itu dilontarkan seorang Ketua Suku Besar Wikaya, Herman Yoku yang saat ini adalah juga Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP).  

Baca Juga

“Dewan adat ini adalah organisasi yang saya bentuk, saya pernah menjadi ketua dewan adat, jadi, DAP itu rumah saya. Saya baru kaget bahwa ada dewan adat pergi lantik seorang kepala suku di wilayah adat orang lain. Bagi saya tidak masuk akal. Saya mau tanya, Dominikus Sorabut, kau sebagai apa? Kepala suku kan bukan,” tegas Herman di Sentani, di Kabupaten Jayapura, dalam keterangannya, Sabtu (15/20/2022).  

Menurut mantan Ketua Dewan Adat Keerom ini, Dominikus Sorabut adalah Ketua DAP versi KLB Papua merdeka, KLB yang diinisasi kelompok Forkorus Yaboisembut pada 2011. 

Herman hanya mengakui DAP di bawah kepemimpinan Yan Piet Yarangga, yang kembali terpilih berdasarkan hasil Konfrensi Besar Masyarakat Adat Papua (KBMAP) ke-4 di Kabupaten Kaimana pada 2021 yang lalu. 

“Saya yang menurunkan Forkorus lantaran tidak sejalan dengan misi Dewan Adat. Karena tugas Dewan adat adalah melindungi seluruh masyarakat adat, melestarikan budaya, dan mengangkat kembali nilai-nilai para budayawan dan para seniman,” kata Herman.  

Karena itu, bagi Herman, pengukuhan Lukas Enembe oleh Dominikus Sorabut perlu diluruskan, yaitu Lukas sebagai Kepala Suku Besar di wilayah pegunungan.  

“Bagi saya bapa Lukas adalah kepala suku di kampungnya. Kepala suku di Puncak Jaya atau di Tolikara, atau di Nduga. Tetapi setahu saya, kepala suku Jaya Wijaya hanya satu, yaitu Silo Karno Doga, anak dari Obahorok. Hari ini yang menjadi kepala Suku Besar di Jaya Wijaya adalah anaknya Silo Doga, atau cucunya Obahorok,’’ kata Kepala Suku Besar Wikaya Awiy Souyo, suku besar yang mendiami wilayah perbatasan RI-PNG di Keerom ini. 

Pengukuhan seorang kepala suku tambah Herman, selalu dilakukan di wilayah adatnya sendiri, bukan di wilayah adat orang lain. Orang yang melakukan ritual pengukuhan pun juga bukan orang lain, tetapi harus memiliki garis keturunan secara langsung dengan orang yang dilantik tersebut. 

“Supaya disaksikan cacing di dalam tanah, kalajengking di atas tanah, manusia yang di atas tanah, kemudian alam menyaksikan, dan yang lebih berkuasa adalah Tuhan yang menyaksikan. Seperti saya, saya dikukuhkan oleh saya punya moyang. Tidak boleh oleh orang lain, karena harus dari keturunannya,” tutur Herman. 

Terkait dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Lukas Enembe, Herman meminta agar KPK bertindak lebih serius. 

Bila perlu, Presiden Jokowi yang bertindak supaya hukum benar-benar ditegakkan di seluruh wilayah Papua. “Negara tidak boleh kalah dari koruptor. Kalau negara kalah, koruptor akan menggilas kita semua,” tutup Herman. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement