Jumat 21 Oct 2022 09:37 WIB

MAARIF Institute Apresiasi Kebijakan Pemerintah Australia Soal Yerusalem

Kebijakan Pemerintah Australia itu sejalan dengan pandangan Buya Syafii Maarif.

Seorang gadis mengibarkan bendera Palestina.
Foto: AP/Maya Alleruzzo
Seorang gadis mengibarkan bendera Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Pemerintah Australia yang tidak mengakui lagi Yerusalem sebagai ibu kota Israel mendapat apresiasi dari MAARIF Institute. Menurut Direktur Program MAARIF Institute Moh Shofan, dengan tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, secara tidak langsung, Pemerintah Australia telah memberikan sokongan kemanusiaan dan mendukung kelanjutan negosiasi perdamaian. 

"Kebijakan Pemerintah Australia sejalan dengan pandangan Buya Syafii Maarif—yang sejatinya juga senafas dengan pandangan kelembagaan MAARIF Institute—agar lebih melihat masalah Palestina sebagai masalah kemanusiaan, dan bukan masalah agama," ujar Shofan dalam keterangan persnya kepada Republika.co.id, Jumat (21/10/2022).


Shofan mengatakan, Buku Buya Syafii, tentang Gilad Atzmon merupakan cermin dari sikap politik Buya terhadap perjuangan rakyat Palestina. Menurut dia, Buya menolak soal Palestina sebagai masalah agama, melainkan soal kemanusiaan. "Dunia harus becermin kepada Gilad Atzmon yang tanpa rasa takut diintimidasi atau dibunuh sekalipun karena  memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari cengkeraman penjajahan bangsanya sendiri,” ungkap Shofan.

MAARIF Institute menilai, kekejaman yang terjadi di Palestina merupakan tragedi politik, tragedi kemanusiaan, dan tragedi hukum yang sangat biadab dan memalukan di mata dunia. Israel dinilai telah menciptakan sebuah sejarah gelap selama abad ke-20 hingga awal abad ke-21 sekarang ini.

"Penderitaan rakyat Palestina akibat kekejaman Israel sudah berlangsung sejak tahun 1948. Yang menyedihkan, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan suara dari OKI hingga hari ini belum memiliki keseriusan untuk menghentikan penjajahan Israel terhadap Palestina. Di sisi lain, Israel tidak mengindahkan perjanjian damai dan juga resolusi dari PBB. Belum lagi, negara-negara Arab yang melingkari Israel telah lama lumpuh menghadapi kekuatan Zionisme global ini," tegas Shofan.

Menurut Shofan, dimensi global dari masalah konflik ini telah dirasakan sejak lama, tetapi solusi hingga sekarang belum tercapai. Badan hak azasi PBB, kata dia, harus segera menyelidiki semua dugaan pelanggaran dan pelanggaran hukum internasional terkait dengan ketegangan, yang memicu kekerasan baru. 

Hal yang tak kalah pentingnya, menurut Shofan, adalah pentingnya aliansi global melawan ketidakadilan politik terhadap Palestina dan menuntut konsistensi negara-negara Barat dalam menegakkan HAM tanpa pandang bulu.

"Kebijakan Australia ini dapat lebih merekatkan kerja sama strategis dengan Indonesia yang konsisten menyuarakan solusi damai dan kemerdekaan Palestina. Terlebih Indonesia telah lama menjalin hubungan diplomasi dengan Palestina. Sejarah mencatat bahwa salah satu negara di Timur Tengah yang mendukung dan memberikan pengakuannya kepada Indonesia pascaproklamasi adalah Palestina. 

sumber : Siaran Pers
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement