Jumat 21 Oct 2022 13:35 WIB

Masjid Jerman Siarkan Panggilan Adzan untuk Sholat

Adzan dikumandangkan dari masjid di Jerman.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
 Masjid Jerman Siarkan Panggilan Adzan untuk Sholat. Foto:  Masjid Sentral Cologne di Kota Cologne atau Koln, Jerman.
Foto: Republika/Erik Purnama Putra
Masjid Jerman Siarkan Panggilan Adzan untuk Sholat. Foto: Masjid Sentral Cologne di Kota Cologne atau Koln, Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID,COLOGNE -- Sebuah masjid besar Turki di Cologne, benteng bersejarah Kristen di Jerman, untuk pertama kalinya mulai membunyikan adzan melalui pengeras suara di luar ruangan. Pejabat kota mengatakan langkah itu bertujuan untuk mempromosikan keragaman dan inklusi multikultural.

Meski demikian, banyak yang khawatir Cologne seolah-olah membangun preseden nasional. Kekhawatiran muncul lebih dari 3.000 masjid lain di Jerman juga akan segera mulai secara terbuka menyerukan panggilan untuk shalat bagi umat Islam.

Baca Juga

Dilansir di Meforum, Jumat (21/10/2022), bunyi azan di Cologne yang terkenal dengan katedralnya selaku gereja Gotik terbesar di Eropa utara, seolah menandai kemenangan besar bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan dan upayanya yang tak henti-hentinya untuk merangkul Islam politik di Jerman.

Pada 14 Oktober pukul 13:24, seorang muazin di Masjid Pusat Cologne (Zentralmoschee), salah satu masjid paling terkemuka di Jerman, secara terbuka menyerukan kepada umat Muslim untuk shalat dzuhur. Meskipun azan telah disahkan secara umum di kota-kota lain di Jerman, ini adalah pertama kalinya adzan disuarakan dengan nyaring dan dikumandangkan di pusat kota sebuah kota besar di Jerman.

Panggilan adzan adalah bagian dari "proyek percontohan" (Modellprojekt) dua tahun, yang memungkinkan semua masjid dan pusat-pusat Islam di Cologne mengajukan izin untuk memanggil umat Islam untuk shalat selama lima menit setiap hari Jumat, antara waktu siang hingga 3 sore. Di akhir proyek, pejabat kota akan memutuskan apakah akan menjadikan adzan sebagai fitur permanen kehidupan di Cologne.

Proyek percontohan ini merupakan gagasan Walikota Cologne Henriette Reker, seorang independen politik yang dikenal karena mengejar multikulturalisme. Dia membandingkan panggilan doa Islam dengan lonceng gereja.

"Kologne adalah kota kebebasan dan keragaman (agama). Mereka yang tiba di stasiun kereta pusat disambut oleh katedral dan diiringi lonceng gereja. Banyak penduduk Cologne adalah Muslim. Mengizinkan panggilan muazin bagi saya merupakan tanda hormat," ujar dia dalam cuitannya di Twitter.

Para kritikus menentang anggapan ini. Mereka menyebut membandingkan adzan dengan lonceng gereja adalah persamaan yang salah, karena tidak seperti lonceng, muazin memproklamirkan supremasi Islam. Suara adzan terdiri dari serangkaian proklamasi agama absolut, termasuk ungkapan "tidak ada Tuhan selain Allah" dan "Allahu Akbar" ("Allah Maha Besar").

Kritikan lain berpendapat panggilan adzan publik tidak diperlukan, terlebih di zaman ketika perangkat seluler ada di mana-mana dan pengingat sholat dapat dengan mudah disampaikan melalui aplikasi atau pesan teks.

Kontroversi adzan ini diperbesar oleh fakta bahwa Masjid Pusat Cologne bukanlah masjid biasa. Masjid dengan struktur besar dengan menara yang menjulang tinggi dan kapasitas ribuan jamaah itu dikendalikan oleh Persatuan Islam-Turki untuk Urusan Agama (DITIB), cabang dari Kementerian Urusan Agama pemerintah Turki atau yang dikenal di Turki sebagai Diyanet.

Di Jerman saja, Diyanet membayar gaji hampir 1.000 ulama konservatif yang secara efektif adalah pegawai negeri sipil Turki dan melakukan penawaran dari pemerintah Turki. Politisi Turki-Jerman Cem zdemir, seorang anggota senior partai Hijau, menggambarkan DITIB sebagai tidak lebih dari perpanjangan tangan negara Turki dan organisasi front politik partai AKP Erdogan.

Erdogan menggunakan DITIB untuk melakukan kontrol atas Masjid Pusat Cologne dan setidaknya 900 masjid lainnya di Jerman. Tujuannya adalah untuk mencegah imigran Turki berintegrasi ke dalam masyarakat Jerman.

Erdogan disebut mencirikan asimilasi Muslim ke dalam masyarakat non-Muslim sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. DITIB pun telah diawasi oleh badan intelijen domestik Jerman atas dugaan kegiatan anti-konstitusional atas nama pemerintah Turki.

Dalam sebuah artikel panjang, koresponden Berlin untuk surat kabar harian Swiss Neue Zürcher Zeitung Benedict Neff menuliskan bagaimana DITIB berulang kali berbohong kepada otoritas Jerman dengan janji-janji palsu. Mereka menyebut tidak akan ada panggilan muazin, khotbah akan disampaikan dalam bahasa Jerman, serta masjid akan menjadi tempat pertemuan bagi para pemeluk agama yang berbeda.

Namun yang terjadi saat ini ada adzan dikumandangkan kepada publik, khotbah disampaikan dalam bahasa Turki oleh para imam yang tidak bisa berbahasa Jerman, serta masjid bukanlah pusat antaragama.

Sumber:

https://www.meforum.org/63719/german-mosque-broadcasts-call-to-prayer-erdogan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement