Senin 24 Oct 2022 07:08 WIB

LSL Jadi Penyumbang HIV/AIDS Tertinggi di Kota Solo

Dari tahun ke tahun, HIV/AIDS di Kota Solo cenderung meningkat.

Rep: c02/ Red: Fernan Rahadi
HIV/AIDS (Ilustrasi)
Foto: Flickr
HIV/AIDS (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Angka penemuan pasien terinfeksi HIV/AIDS di Kota Solo per Januari-Agustus 2022 sebanyak 70 kasus. Dari temuan tersebut, sebagian besar didominasi dari Lelaki Seks Lelaki (LSL).

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo, Widy Srihanto mengatakan terdapat peningkatan temuan secara signifikan angka HIV/AIDS dibandingkan dengan tahun 2021. Temuan tersebut kebanyakan berasal dari LSL.

"Memang temuannya meningkat secara signifikan, Mayoritas kelompok LSL yang terinfeksi HIV/AIDS," kata Widy, Ahad (23/10/2022).

Sedangkan untuk Pekerja Seks Perempuan (PSP), yang memang sudah berisiko terinfeksi, angkanya tidak melebihi LSL. Terkait hal itu, pihaknya tidak bisa memantau praktik PSP yang sekarang kebanyakan dilakukan secara daring.

"Secara pekerjaan memang pekerjaan yang berisiko, tetapi trennya tidak sesignifikan LSL. Bisa jadi PSP kan online. Jangkauannya lebih sulit dan kawulanya muda-muda, jadi kita belum bisa masuk ke sana," terangnya.

Menurut Widy, dari temuan tersebut trennya memang cenderung naik. Namun, pihaknya terus menggencarkan pencegahan dan penanggulangan dengan berbagai stakeholder terkait.  

"Dari tahun ke tahun HIV/AIDS di Kota Solo cenderung naik. Maka dari itu kami melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan bersama teman-teman LSM dan dinas terkait dan berbagai rumah sakit yang ada di sini," katanya.

Ketika disinggung apakah ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terinfeksi HIV/AIDS, pihaknya tidak mau berkomentar. Pasalnya, sosialisasi yang ia lakukan memang secara menyeluruh tidak pandang bulu pada usia produktif.

"Kalau itu (PNS terinfeksi HIV/AIDS-Red) saya tidak bisa menjawab tapi kami memang edukasi menyeluruh tidak memandang ASN dan masyarakat biasa pada umumnya. Karena semua itu berpotensi," terangnya.

Widy menjelaskan kendala paling besar adalah bahwa kebanyakan orang malu untuk memulai tes. Oleh karena itu, memberikan kesadaran tentang hal tersebut memang penting untuk penanganan lebih dini.

"Ya memang tantangan kita itu untuk memberikan kesadaran. Misalnya kalau saya beresiko ya saya harus tahu sejak dini agar diketahui agar bisa ditangani secepatnya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement