Rabu 26 Oct 2022 17:16 WIB

Ketua FKUB DKI Jakarta: Ekstrem Kanan dan Kiri Sama-Sama Berpotensi Rusak Persatuan

Beragama dengan moderat tidak ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri atau liberal.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta, Prof Dede Rosyada, menyatakan beragama dengan moderat tidak ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri atau liberal
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta, Prof Dede Rosyada, menyatakan beragama dengan moderat tidak ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri atau liberal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta, Prof Dede Rosyada, menyebut moderasi beragam merupakan komitmen nasional. 

Dengan enam kepercayaan berbeda yang diakui di Indonesia, semuanya memiliki tujuan utama, yaitu mencapai kemakmuran dan kedamaian. 

Baca Juga

"Indonesia mempromosikan moderasi beragama dengan berbagai alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara dengan enam kepercayaan berbeda yang memiliki satu tujuan utama, yaitu mencapai kemakmuran," ujar dia dalam kegiatan seminar internasional dengan topik 'Menolak Islamofobia Melalui Konsep Islam Al-Wasathiyyah, Rabu (26/10/2022). 

Moderasi berarti keadilan, tidak berlebih dan tidak kurang. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata ini berarti mengurangi kekerasan dan menghindari ekstrimisme. Wasathiyyah juga memiliki makna yang sama, yaitu berada di tengah atau adil. 

Mengingat umat Islam yang banyak di Indonesia, maka perlu diingatkan kembali tentang ajaran Islam yakni moderasi atau wasathiyyah. 

Dia menyebutkan, dalam banyak kesempatan, Allah SWT menegaskan dalam Alquran bahwa Islam adalah agama yang moderat dan mengajak semua orang pada moral yang luhur (dakwah) dengan cara yang damai dan penuh cinta.  

Menurut dia, jika di luar sana banyak yang menilai ajaran Islam disiarkan dengan menggunakan kekerasan atau pedang, maka ini adalah hal yang salah. 

Dede Rosyada menyebut Islam adalah agama yang mengutamakan kedamaian dan harmoni. Di zaman dahulu, nabi dan rasul berperang atau mengangkat senjata disebabkan oleh upaya untuk membela diri.

"Dewasa ini, moderasi dimaknai sebagai pemahaman beragama di jalan tengah, yang mana tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Esktemisme baik kanan maupun kiri, sama-sama membawa bahaya dan berpotensi merusak persatuan. Kedua pengikutnya akan selalu menyalahkan atau menjatuhkan orang lain," lanjutnya.  

Ekstrem kanan dijelaskan berarti memaknai Islam secara harfiah, tekstual, fundamental dan eksklusif, yang mana meraka memahami Islam dari apa yang mereka baca dan dengarkan, serta yang selain itu berarti salah atau kafir/murtad. 

Sementara ekstrem kiri memaknai Islam dengan cara yang liberal atau sekular, hanya dari kacamata ilmu atau kapasitas intelektual. 

Di sisi lain, dia menyebut saat ini perlu diamati pula perihal radikalisme atau kekerasan verbal, yang mana akan meningkatkan respons ketakutan dalam masyarakat, tidak hanya bagi penganut kepercayaan lain tapi juga sesama Muslim. Radikalisme bisa menjadi poin munculnya Islamofobia.  

Dede Rosyada menyampaikan, Islamofobia bisa bermula dari masyarakat Muslim itu sendiri, baik dari kelompok liberal maupun sekular, sebagai bentuk respons dari kelompok radikal yang menggunakan kesempatan mengajak kepada akhlak mulia atau dakwah dengan ancaman, celaan dan tudingan. 

"Kementerian Agama telah melakukan sejumlah upaya untuk mempromosikan moderasi keberagamaan di Indonesia.

Sejumlah kolaborasi juga dilakukan dengan berbagai pihak dari beragam latar belakang, untuk meningkatkan kemungkinan dalam mencapai tujuan tersebut," ucap dia. 

Tak hanya itu, Kemenag juga telah mengeluarkan dua buku terkait moderasi beragama ini. Buku yang dimaksud adalah Peta Jalan Penguatan Moderasi Beragama 2020-2024 dan Moderasi Beragama.

Hingga saat ini setidaknya ada empat indikator yang dibuat Kemenag untuk mengukur moderasi beragama bagi setiap penganutnya.

Pertama adalah melalui komitmen nasional, lalu toleransi beragama, yang mana berarti pemeluk agama apapun diperbolehkan menjalankan kepercayaannya. Selanjutnya adalah tanpa ada kekerasan dan mengakomodasi budaya lokal.   

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement