Selasa 08 Nov 2022 14:10 WIB

Trudeau: China Mainkan Permainan Agresif dengan Demokrasi Kanada

Muncul laporan tentang campur tangan China dalam pemilu baru-baru ini di Kanada.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menghadiri konferensi pers dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy setelah pertemuan mereka di Kyiv, Ukraina, Ahad,, 8 Mei 2022.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menghadiri konferensi pers dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy setelah pertemuan mereka di Kyiv, Ukraina, Ahad,, 8 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA – Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menuding China memainkan “permainan agresif” dengan demokrasi dan institusi negaranya. Hal itu disampaikan setelah munculnya laporan tentang campur tangan Beijing dalam pemilu baru-baru ini di Kanada.

Trudeau mengungkapkan, Kanada telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk memperkuat integritas proses dan sistem pemilu di sana. Dia pun meyakinkan bahwa negaranya akan terus berinvestasi dalam upaya memerangi intervensi asing dalam pemilu dan institusi Kanada.

“Sayangnya, kami melihat negara, aktor negara dari seluruh dunia, apakah itu China atau lainnya, terus memainkan permainan agresif dengan institusi kami, dengan demokrasi kami,” kata Trudeau kepada awak media, Senin (7/11/2022).

Sebelumnya, media Kanada, Global News, melaporkan bahwa China telah mendanai “jaringan rahasia” kandidat dalam pemungutan suara baru-baru ini di negara tersebut. Mengutip sejumlah sumber yang tidak disebutkan namanya, Global News melaporkan, para pejabat intelijen mengatakan kepada pemerintahan Trudeau bahwa Cina berusaha mempengaruhi atau menumbangkan proses demokrasinya.

Laporan Global News menuduh Beijing mengarahkan transfer dana melalui anggota parlemen Ontario dan lainnya ke setidaknya 11 kandidat pemilihan federal serta operator Cina yang bekerja sebagai staf kampanye mereka. Global News juga mengatakan Cina berusaha menempatkan agen di kantor anggota parlemen Kanada untuk mempengaruhi kebijakan.

Bulan lalu, Royal Canadian Mounted Police mengatakan sedang mereka sedang menyelidiki tentang dugaan adanya kantor polisi “ilegal” milik pemerintah China di negaranya. Sebuah studi oleh kelompok pembela hak asasi yang berbasis di Madrid, Safeguard Defenders, pada September lalu, mengungkapkan, badan kepolisian China telah mendirikan 54 stasiun di 30 negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Brasil, dan Nigeria. Menurut Safeguard Defenders, kantor-kantor tersebut digunakan untuk menekan tujuan politik di luar negeri.

Selain Kanada, Belanda pun tengah menyelidiki tentang dugaan adanya kantor ilegal milik pemerintah Cina di negaranya. Penyelidikan tersebut muncul setelah adanya laporan dari RTL Nieuws. "Kami sekarang sedang menyelidiki sebagai kementerian apa yang terjadi dengan pusat-pusat itu, dan ketika kami memiliki lebih banyak informasi tentang hal itu, kami dapat menentukan tindakan yang tepat," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Belanda Maxime Hovenkamp, 26 Oktober lalu.

Hovenkamp mengungkapkan, China tidak pernah memberitahu tentang adanya kantor-kantor terkait. “Yang benar adalah bahwa pemerintah China tidak pernah memberi tahu kami tentang pusat-pusat itu melalui saluran diplomatik sehingga membuat mereka (kantor) ilegal,” ucapnya.

Sebelumnya RTL Nieuws memuat laporan yang memberitakan bahwa mereka menemukan dua kantor ilegal milik pemerintah China di Belanda. Dua kantor itu disebut telah menjalankan fungsi, termasuk memperbarui surat izin mengemudi warga China dari jarak jauh.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement