Rabu 09 Nov 2022 12:54 WIB

Direktur IMF: Dunia Bisa Selamat dari Resesi dan Inflasi, Tapi tidak Krisis Iklim

Ada dua masalah yang dihadapi dunia, yaitu dampak iklim dan menggunungnya utang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, dunia dapat bertahan dari inflasi dan resesi, tapi tidak dengan krisis iklim.
Foto: AP Photo/Alessandra Tarantino
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, dunia dapat bertahan dari inflasi dan resesi, tapi tidak dengan krisis iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, dunia dapat bertahan dari inflasi dan resesi, tapi tidak dengan krisis iklim. Menurut dia, dibutuhkan edukasi yang masif untuk menyadarkan publik tentang hal tersebut.

“Kita bisa selamat dari resesi. Sulit memang, tapi kita bisa melewatinya. Kita bisa selamat dari inflasi. Apa yang kita tidak bisa bertahan, sebagai umat manusia, adalah krisis iklim yang tak tanggung-tanggung,” kata Georgieva dalam wawancara khusus dengan Al Arabiya di sela-sela perhelatan United Nations Climate Change Conference (COP27) yang digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir, Selasa (8/11/2022).

Baca Juga

Dia menekankan, perlu ada edukasi terkait hal itu. “Yang kita butuhkan adalah kampanye pendidikan yang sangat masif. Sebab jika orang-orang terjerumus oleh kesulitan saat ini dan mereka tidak menyadari bahwa perubahan iklim merupakan risiko eksistensial bagi umat manusia, mereka akan lambat melakukan bagian mereka untuk transformasi,” ucapnya.

Dalam wawancara tersebut, Georgieva turut ditanya tentang cetak biru ekonomi makro yang akan diajukan IMF pada COP27. Mengingat ada target yang dicanangkan, yakni pengurangan emisi global hingga 25 persen pada 2030.

Georgieva menjawab, pertama-tama, perlu secara bertahap meningkatkan harga karbon ke tingkat yang diperlukan. Hal itu bertujuan menciptakan insentif bagi bisnis dan konsumen untuk menurunkan emisi.

“Saat ini, harga karbon secara global rata-rata 5 dolar AS per ton. Pada tahun 2030, setidaknya harus 75 dolar AS (per) ton jika kita ingin mencapai tujuan Perjanjian (Iklim) Paris,” ujar Georgieva.

Ia juga mencatat perlunya taksonomi guna menciptakan komparabilitas bagi investor dari ekonomi maju, sampai ke negara-negara termiskin. “Di IMF, kami menciptakan instrumen baru, Resilience and Sustainability Trust, untuk membiayai transformasi struktural jangka panjang ini. Jadi, kami adalah bagian dari pembiayaan, tetapi kami ingin menggunakan instrumen ini terutama untuk menurunkan risiko yang dirasakan dan nyata bagi investasi swasta untuk pindah ke pasar negara berkembang di negara berkembang,” papar Georgieva.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement