Komisi III-Pemerintah Tunda Pembahasan RKUHP pada 21 November

Diharapkan penundaan dalam rangka untuk mengkaji kembali masukan-masukan

Ahad , 20 Nov 2022, 15:31 WIB
Anggota Komisi III Taufik Basari mengatakan Rapat pembahasan RKUHP tanggal 21-21 November ditunda. Penundaan diharapkan untuk mengkaji masukan-masukan. (ilustrasi).
Foto: DPR RI
Anggota Komisi III Taufik Basari mengatakan Rapat pembahasan RKUHP tanggal 21-21 November ditunda. Penundaan diharapkan untuk mengkaji masukan-masukan. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebelumnya diagendakan untuk menggelar rapat pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada 21 dan 22 November mendatang. Namun informasi terbaru, rapat tersebut tak jadi digelar.

"Rapat pembahasan RKUHP tanggal 21-21 November ditunda. Saya berharap penundaan ini dalam rangka untuk mengkaji kembali masukan-masukan, baik yang disampaikan DPR maupun masyarakat untuk menyempurnakan draf RKUHP," ujar anggota Komisi III Taufik Basari kepada wartawan, Ahad (20/11/2022).

Baca Juga

Ia mengaku tak mengetahui alasan pemerintah menunda pembahasan RKUHP pada 21 dan 22 November mendatang. Harapannya, penundaan tersebut dilakukan untuk memastikan tidak ada pasal yang berpotensi bermasalah ke depannya.

Adapun pada rapat bersama Kemenkumham pada 3 dan 9 November 2022, masih terdapat sejumlah isu krusial yang harus dikaji pemerintah dan Komisi III. Beberapa di antaranya adalah living law yang berpotensi melanggar asas legalitas dalam hukum pidana atau nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli.

"Pasal-pasal terkait demokrasi dan kebebasan berpendapat yang harus dibatasi pengertiannya. (Seperti) makar, penyerangan kehormatan harkat martabat presiden/wapres, penghinaan lembaga negara, penghinaan kekuasan umum," ujar Taufik.

Selanjutnya adalah contempt of court terkait publikasi persidangan dan rekayasa kasus sebagai usulan baru yang belum ada di draf RKUHP. Lalu, pidana terkait narkotika yang harus disesuaikan dengan rencana kebijakan narkotika baru dalam RUU Narkotika.

Kemudian, pidana lingkungan hidup yang harus menyesuaikan administrasi dalam hukum lingkungan dan pemenuhan asas non-diskriminasi bagi penyandang disabilitas dan penyesuaian nomenklatur. Terakhir, kohabitasi yang menjadi over kriminalisasi karena bukan menjadi ranah negara untui menjadikannya sebagai pidana.

"Bagaimanapun proses legislasi merupakan proses politik juga, sehingga harus ada proses pertarungan gagasan dan penghormatan atas keputusan yang nantinya diambil baik secara musyawarah maupun suara terbanyak," ujar Taufik.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy resmi menyerahkan draf terbaru RKUHP kepada Komisi III DPR. Draf terbaru tersebut berisi 627 pasal, yang sebelumnya terdiri dari 632 pasal.

Lima pasal yang dihapus merupakan hasil sosialisasi dan diskusi Kemenkumham di 11 kota. Pasal-pasal yang dihapus berkaitan dengan penggelandangan, unggas dan ternak yang melewati kebun, dan dua pasal tindak pidana lingkungan hidup.

"Lima pasal yang dihapus itu adalah satu soal advokat curang. Dua, praktek dokter dan dokter gigi. Tiga, penggelandangan. Empat, unggas dan ternak. Lima adalah tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup," ujar Eddy di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/11/2022).