Senin 21 Nov 2022 02:14 WIB

Emisi Gas Metana Kini Bisa Dipantau dari Luar Angkasa

Metana bertanggung jawab atas sekitar 30 persen kenaikan suhu global hingga saat ini.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Pada 28 November 2019, foto file, asap dan uap naik dari pabrik pengolahan batu bara di Hejin di Provinsi Shanxi, Tiongkok tengah. Badan Energi Internasional mengatakan pada hari Rabu bahwa emisi metana yang menghangatkan planet dari produksi minyak, gas dan batu bara secara signifikan lebih tinggi daripada yang diklaim pemerintah. Negara-negara dengan emisi tertinggi adalah China, Rusia,
Foto: AP/Olivia Zhang
Pada 28 November 2019, foto file, asap dan uap naik dari pabrik pengolahan batu bara di Hejin di Provinsi Shanxi, Tiongkok tengah. Badan Energi Internasional mengatakan pada hari Rabu bahwa emisi metana yang menghangatkan planet dari produksi minyak, gas dan batu bara secara signifikan lebih tinggi daripada yang diklaim pemerintah. Negara-negara dengan emisi tertinggi adalah China, Rusia,

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), menggunakan alat  baru yang dirancang untuk mempelajari bagaimana debu memengaruhi iklim. Alat ini telah membantu ilmuwan mengidentifikasi lebih dari 50 tempat di seluruh dunia yang memancarkan tingkat metana yang besar. 

Alat ini merupakan suatu perkembangan yang dapat membantu memerangi gas rumah kaca yang kuat. “Mengendalikan emisi metana adalah kunci untuk membatasi pemanasan global,” kata Administrator NASA Bill Nelson dalam siaran pers, dilansir dari Space.

Baca Juga

NASA mengatakan instrumen Earth Surface Mineral Dust Source Investigation (EMIT) dirancang untuk mendorong pemahaman tentang efek debu di udara pada iklim. EMIT yang dipasang di Stasiun Luar Angkasa Internasional pada Juli lalu.

EMIT yang bisa fokus pada area sekecil lapangan sepak bola, juga telah menunjukkan kemampuan untuk mendeteksi keberadaan metana. NASA mengungkapkan lebih dari 50 “pemancar super” gas metana di Asia Tengah, Timur Tengah, dan barat daya Amerika Serikat (AS) sejauh ini telah diidentifikasi. Kebanyakan dari emisi metana ini terkait dengan sektor bahan bakar fosil, limbah atau pertanian.

Kate Calvin, kepala ilmuwan dan penasihat iklim senior NASA, mengatakan kemampuan pendeteksian metana tambahan dari EMIT menawarkan peluang luar biasa untuk mengukur dan memantau gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Metana bertanggung jawab atas sekitar 30 persen kenaikan suhu global hingga saat ini. Meskipun jauh lebih sedikit di atmosfer daripada CO2, metana bersifat 28 kali lebih kuat sebagai gas rumah kaca  dalam skala waktu selama satu abad. Selama jangka waktu 20 tahun, metana 80 kali lebih kuat.

Metana bertahan di atmosfer hanya selama satu dekade, dibandingkan dengan ratusan atau ribuan tahun untuk CO2. Ini berarti pengurangan tajam dalam emisi metana dapat mengurangi beberapa persepuluh derajat Celcius dari proyeksi pemanasan global pada pertengahan abad. Hal ini membantu menjaga tujuan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata Bumi menjadi 1,5 Celcius.

“EMIT berpotensi menemukan ratusan pemancar super, beberapa di antaranya sebelumnya terlihat melalui pengukuran berbasis udara, luar angkasa, atau darat, dan lainnya yang tidak diketahui,” kata NASA.

Andrew Thorpe, seorang teknolog penelitian di Jet Propulsion Laboratory yang memimpin upaya metana EMIT, mengatakan beberapa gumpalan metana yang terdeteksi oleh EMIT termasuk yang terbesar yang pernah terlihat.

“Apa yang kami temukan dalam waktu singkat sudah melebihi harapan kami,” kata Thorpe.

NASA mengatakan gumpalan metana sekitar dua mil (3,3 kilometer) panjangnya terdeteksi di tenggara Carlsbad, New Mexico, di Permian Basin, salah satu ladang minyak terbesar di dunia. Selanjutnya, 12 gumpalan dari infrastruktur minyak dan gas diidentifikasi di Turkmenistan, timur kota pelabuhan Laut Kaspia Hazar.

Gumpalan metana setidaknya 4,8 kilometer terdeteksi di selatan Teheran dari kompleks pemrosesan limbah utama, kata NASA.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement