Jumat 16 Dec 2022 21:18 WIB

Makmurkan Masjid dengan Program Ekonomi Komersial, Ini Syarat-syaratnya dalam Fatwa MUI

Program memakmurkan masjid dengan kegiatan ekonomi jangan rusak kehormatannya.

Pedagang kaki lima (PKL) berjualan di kawasan Masjid Istiqlal (ilustrasi). Program memakmurkan masjid dengan kegiatan ekonomi jangan rusak kehormatannya
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Pedagang kaki lima (PKL) berjualan di kawasan Masjid Istiqlal (ilustrasi). Program memakmurkan masjid dengan kegiatan ekonomi jangan rusak kehormatannya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Potensi masjid sangat besar. Tidak hanya dari aspek keagamaan dan sosial, tetapi masjid juga diberdayakan secara maksimal akan mampu berdampak terhadap ekonomi masyarakat sekitar.   

Muncul pertanyaan publik tentang hukum penggunaan area masjid untuk layanan non-mahdlah seperti kepentingan sosial  seperti akad nikah, walimah, pesta, seminar, pertunjukan budaya, bisnis,  dan sejenisnya. Bolehkah masjid mengambil peran dalam kegiatan ekonomi?

Baca Juga

Majelis Ulama Indonesia pada 2013 mengeluarkan fatwa Nomor 34 Tahun 2013 tentang  Pemanfaatan Area Masjid untuk Kegiatan Sosial Dan Yang Bernilai Ekonomis. 

Fatwa yang ditetapkan di Jakarta pada 25 Ramadhan 1434 H/3 Agustus 2013 M  tersebut berisikan sejumlah kesimpulan hukum yaitu sebagai berikut: 

Pertama, masjid dan area masjid dapat dimanfaatkan untuk kegiatan di luar ibadah mahdlah. Kedua, pemanfaatan area masjid untuk kepentingan muamalah, seperti sarana pendidikan, ruang pertemuan, area permainan anak, baik yang bersifat sosial maupun ekonomi diperbolehkan, dengan syarat:  

a. Kegiatan tersebut tidak terlarang secara syar’i

b. Senantiasa menjaga kehormatan masjid 

c. Tidak mengganggu pelaksanaan ibadah

Ketiga, memanfaatkan bagian dari area masjid untuk kepentingan ekonomis, seperti menyewakan aula untuk resepsi pernikahan hukumnya boleh sepanjang ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan tetap menjaga kehormatan masjid.

Keempat, boleh menjadikan bangunan masjid bertingkat bagian atas dimaksudkan untuk ibadah, sedangkan bagian bawah dimaksudkan untuk disewakan atau sebaliknya dengan syarat:

  1. Bagian Masjid Yang Disewakan Bukan Secara Khusus Untuk Ibadah.
  2. Bagian Masjid Yang Dimaksudkan Secara Khusus Untuk Ibadah Telah Memadai.
  3. Tidak Menyulitkan Orang Masuk Ke Dalam Masjid Untuk Beribadah.
  4. Tidak Mengganggu Pelaksanaan Ibadah Di Dalam Masjid.
  5. Tidak Bertentangan Dengan Kemuliaan Masjid, Antara Lain Dengan Menutup Aurat.
  6. Dimanfaatkan Untuk Keperluan Yang Sesuai Syar’i, Dan Hasil Sewanya Untuk Kemaslahatan Masjid.

Kelima, istibdal (melakukan penggantian) tanah wakaf yang ditujukan untuk kepentingan masjid diperbolehkan, sepanjang memenuhi syarat, baik secara syar’i maupun teknis, dengan merujuk pada fatwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa Tahun 2009.

Demikian pula istibdal peruntukan tanah wakaf juga diperbolehkan jika ada kemaslahatan yang dituju. 

Keenam, benda wakaf boleh diambil manfaatnya dengan memberdayakan secara ekonomi, dan tetap wajib dijaga keamanan dan keutuhan fisiknya. 

Selain kesimpulan hukum di atas, MUI juga memberikan rekomendasi yaitu pertama masyarakat diimbau melaksanakan kegiatan muamalah di tempat-tempat yang dapat mendekatkan diri pada Allah SWT,seperti di aula masjid, di Islamic Center dan sejenisnya.

Kedua pengurus masjid dihimbau untuk secara kreatif memakmurkan masjid dengan penyediaan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan ibadah dan muamalah masyarakat.     

Landasan Alquran dan hadits 

Fatwa tentang pemanfaatan area masjid untuk kegiatan sosial dan yang bernilai ekonomis ini merujuk sejumlah ayat Alquran dan hadits.

Firman Allah SWT menjelaskan soal pemakmuran masjid, antara lain  QS At-Taubah ayat 18 serta QS Al-Jin ayat 18

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk  (QS  At-Taubah ayat 18) 

وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًاۖ

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah.” ( QS Al- Jin ayat 18) 

Baca juga: Pernah Benci Islam hingga Pukul Seorang Muslim, Mualaf Eduardo Akhirnya Bersyahadat 

Sementara itu, Rasulullah SAW dalam sejumlah hadits juga mengingatkan pentingnya menjaga kesucian dan keutamaan masjid.    

عَنْ جَابِرٍ بْنِ عبد الله قَالَ: قَالَ رسُولُ الله صَلَى الله عَلَيْهِ وسَلَمَ: أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَ أَحَدٌ مِن الأنبِيَاءِ قبْلِي نصِرْتُ بِالرُعّْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ... وَجُعِلَتْ لِي ألَأرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

Dari Jabir ibn Abdillah, berkata, “Rasulullah SAW  bersabda, “Aku diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun di antara para Nabi sebelumku. Aku memperoleh pertolongan dengan ketakutan musuh sejak berada di tempat sejauh perjalanan sebulan (sangat jauh), dan dijadikan bagiku bumi itu adalah tempat sujud, dan suci.” (HR Bukhari dan Muslim)

 

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أحَبُّ البلاد إلى الله مَساجِدُها، وأبغض البلاد إلى الله أسْوَاقُها

"Yang paling dicintai oleh Allah di dalam negeri-negeri adalah masjid-masjid, sedangkan yang paling dibenci oleh Allah di  dalam negeri-negeri adalah pasar-pasar." (HR Muslim).  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement