Kamis 29 Dec 2022 15:55 WIB

PBB Hentikan Program Kritis di Afghanistan 

Taliban diminta mencabut larangan perempuan bekerja dan kuliah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Pelajar perempuan Afghanistan meninggalkan Kabul University di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan menghadiri universitas di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan diberikan. terhalang, sebelum melarang anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk Afghanistan, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang katanya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Pelajar perempuan Afghanistan meninggalkan Kabul University di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan menghadiri universitas di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan diberikan. terhalang, sebelum melarang anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk Afghanistan, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang katanya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (28/12/2022) mengatakan beberapa program "kritis" di Afghanistan untuk sementara dihentikan. PBB memperingatkan, ada banyak kegiatan lain yang mungkin perlu dihentikan karena Taliban melarang perempuan bekerja di organisasi nonpemerintah.

Kepala bantuan PBB Martin Griffiths, kepala badan-badan PBB dan beberapa kelompok bantuan dalam pernyataan bersama mengatakan, partisipasi perempuan dalam lembaga bantuan tidak dapat dinegosiasikan dan harus dilanjutkan. Mereka menyerukan pihak berwenang Taliban untuk membatalkan keputusan tersebut. 

Baca Juga

"Melarang perempuan dari pekerjaan kemanusiaan memiliki konsekuensi yang mengancam jiwa bagi semua warga Afghanistan. Beberapa program yang mendesak harus dihentikan sementara karena kekurangan staf perempuan," ujar pernyataan bersama itu. 

Taliban mengumumkan larangan perempuan bekerja di LSM asing pada Sabtu (24/12/2022). Sebelumnya, Taliban juga melarang perempuan Afghanistan mengakses perguruan tinggi. 

"Tidak ada negara yang dapat melarang setengah dari populasinya untuk berkontribusi kepada masyarakat," kata pernyataan itu, yang juga ditandatangani oleh kepala UNICEF, Program Pangan Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia, Program Pembangunan PBB, serta komisaris untuk pengungsi dan hak asasi manusia PBB.

Secara terpisah, 12 negara dan Uni Eropa meminta Taliban untuk mencabut larangan pekerja bantuan perempuan. Mereka mendesak Taliban mengizinkan perempuan dan anak perempuan untuk kembali ke sekolah. Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh para menteri luar negeri Australia, Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Norwegia, Swiss, Belanda, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

"Larangan pekerja bantuan perempuan menempatkan risiko jutaan warga Afghanistan yang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk kelangsungan hidup mereka," kata pernyataan itu.  

Lima kelompok LSM global telah menangguhkan operasi karena mereka tidak dapat menjalankan program tanpa staf perempuan. Badan-badan PBB dan beberapa kelompok bantuan seperti World Vision International, CARE International, Save the Children, Mercy Corps dan InterAction berkomitmen untuk memberikan bantuan yang mandiri, berprinsip, dan menyelamatkan nyawa bagi semua perempuan, laki-laki dan anak-anak yang membutuhkan.

"Larangan pekerja bantuan perempuan dilakukan pada saat lebih dari 28 juta orang di Afghanistan membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup, karena negara itu bergulat dengan risiko kondisi kelaparan, penurunan ekonomi, kemiskinan yang mengakar dan musim dingin yang brutal," kata pernyataan PBB.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement