Ahad 01 Jan 2023 20:40 WIB

Netanyahu dan Zelenskyy Bahas Kerja Sama Bilateral

Resolusi Majelis Umum PBB untuk temukan konsekuensi hukum pelanggaran Israel.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Lida Puspaningtyas
Perdana Menteri Israel yang ditunjuk Benjamin Netanyahu menyesuaikan topi tengkoraknya setelah berbicara pada sesi khusus Knesset, parlemen Israel, untuk menyetujui dan bersumpah dalam pemerintahan baru, di Yerusalem Kamis, 29 Desember 2022.
Foto: Amir Cohen/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Israel yang ditunjuk Benjamin Netanyahu menyesuaikan topi tengkoraknya setelah berbicara pada sesi khusus Knesset, parlemen Israel, untuk menyetujui dan bersumpah dalam pemerintahan baru, di Yerusalem Kamis, 29 Desember 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel terpilih Benjamin Netanyahu melakukan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Menurut kantor Netanyahu, pembicaraan itu terjadi pada Jumat (30/12/2022) sebelum pemungutan suara Majelis Umum PBB yang bertujuan meminta pendapat Mahkamah Internasional (ICJ) tentang pendudukan Israel atas wilayah Palestina.

Dilaporkan Anadolu Agency pada Sabtu (31/12/2022), Zelenskyy mengatakan, dia berdiskusi dengan Netanyahu tentang kerja sama bilateral di bidang keamanan dan interaksi di platform internasional. Menurut laporan surat kabar The Jerusalem Post, Zelenskyy dan Netanyahu juga membahas "garis besar Ukraina untuk mengakhiri perang" dengan Rusia.

Parlemen Israel atau Knesset secara resmi melantik pemerintahan baru Netanyahu pada Kamis (29/12/2022). Zelenskyy mengucapkan selamat kepada Netanyahu karena telah mengambil alih kekuasaan.

"Kami siap untuk kerja sama yang erat dan memperkuat hubungan bilateral," kata Zelenskyy.

Netanyahu menggandeng mitra dari partai ultranasionalis untuk membetuk koalisi. Pemerintahan baru Netanyahu telah berjanji untuk memprioritaskan perluasan permukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Termasuk memberikan subsidi besar-besaran kepada ultra-Ortodoks sebagai sekutu. Ia juga mendorong reformasi besar-besaran sistem peradilan yang dapat membahayakan institusi demokrasi Israel.

"Saya mendengar teriakan terus-menerus dari oposisi tentang akhir negara dan demokrasi," kata Netanyahu setelah naik podium di parlemen menjelang pengambilan sumpah resmi pemerintah pada Kamis sore.

Pidatonya berulang kali disela oleh ejekan dari oposisi. Bahkan ada teriakan menyebutnya "lemah" ketika Netanyahu berpidato. Menurutnya, kalah dalam pemilihan bukanlah akhir dari demokrasi, melainkan inti dari demokrasi.

Netanyahu adalah perdana menteri terlama Israel. Dia menjabat dari 2009 hingga 2021. Dia digulingkan dari jabatannya pada tahun lalu setelah menemui jalan buntu dari empat kali pemilihan.

Koalisi delapan partai bersatu untuk menentang pemerintahan Netanyahu saat dia diadili karena kasus korupsi. Koalisi itu pecah pada Juni. Netanyahu beserta sekutu ultranasionalis dan ultra-Ortodoks mendapatkan mayoritas kursi di parlemen dalam pemilihan November.

Netanyahu memimpin pemerintahan yang terdiri dari partai ultranasionalis agama garis keras yang didominasi oleh pemukim Tepi Barat, dua partai ultra-Ortodoks, dan Partai Likud yang nasionalis. Sementara sekutu Netanyahu mendorong perubahan dramatis yang dapat mengasingkan sebagian besar masyarakat Israel.

Pada Sabtu pagi, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang meminta pendapat ICJ tentang konsekuensi hukum pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina. Resolusi tersebut didukung oleh 87 negara anggota Majelis Umum PBB. Sementara 26 negara, termasuk Ukraina abstain dalam pemungutan suara.

Resolusi tersebut meminta ICJ untuk menentukan konsekuensi hukum dari pelanggaran berkelanjutan oleh Israel terhadap hak rakyat Palestina. Termasuk tindakan Israel yang bertujuan mengubah komposisi demografis, karakter dan status dari  kota suci Yerusalem.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement