Ahad 22 Jan 2023 19:16 WIB

Ini Dia Rekam Jejak Rasmus Paludan si Pembakar Alquran

Bukan pertama kali Rasmus Paludan membakar Alquran membuat dunia Islam marah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Erdy Nasrul
Rasmus Paludan si pembakar Alquran dan pelaku islamophobia.
Foto: Istimewa
Rasmus Paludan si pembakar Alquran dan pelaku islamophobia.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Pemimpin partai politik sayap kanan Denmark, Stram Kurs, Rasmus Paludan kembali melakukan aksi kontroversialnya dengan membakar Alquran. Kali ini dia membakar Alquran di dekat Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, pada Sabtu (21/1/2023).

Ini bukan pertama kalinya Paludan melakukan aksi kontroversial yang membuat dunia Islam geram. Dilansir Daily Mail, Paludan memimpin unjuk rasa di Swedia untuk menggalang dukungan menjelang pemilu pada September 2022. Bahkan ketika itu, dia berencana membakar Alquran selama bulan suci Ramadhan. 

Paludan telah menjadi pusat politik anti-Islam di Eropa utara selama beberapa tahun. Paludan yang dikenal sebagai  pengacara dan YouTuber itu, membentuk partai sayap kanan Stram Kurs, yang diterjemahkan sebagai 'Garis Keras', di Denmark pada 2017. 

Paludan menyatakan bahwa dia memusuhi Islam. Dia menyerukan semua Muslim dideportasi dari Denmark.

"Musuh kami adalah Islam dan Muslim.  Hal terbaik adalah jika tidak ada seorang Muslim pun yang tersisa di bumi ini.  Maka kita akan mencapai tujuan akhir kita," ujar Paludan.

Pada 2020, kelompok Hard Line telah membakar sejumlah Alquran dan menyebut aksinya sebagai "ghetto Swedia". Mereka melakukan aksi pembakarannya Alquran di wilayah Rosengard, Malmo yang merupakan kantong umat Muslim. Hal ini memicu kerusuhan yang menyebabkan petugas polisi terluka. Sejak kejadian itu, kelompok Hard Line meneruskan aksi pembakaran Alquran di Rikenby Stockholm, Gothenburg, dan Trolhattan. 

Beberapa hari sebelumnya, insiden serupa terjadi di Kota Malmo. Paludan ketika itu mengatakan, pembakaran alquran sebagai upaya untuk membantu Swedia melawan Islamisasi.

“Tujuannya untuk menghentikan Islamisasi di Swedia. Untuk menarik kembali Islamisasi ke tahun 1960-an atau lebih. Seharusnya ada sekitar satu juta orang yang melakukan perjalanan kembali ke negara-negara Muslim tempat mereka berasal, atau pindah ke agama lain selain Islam," kata Paludan saat itu.

Sebelum membakar Alquran di Rikenby, Paludan telah meminta izin kepada polisi setempat untuk melakukan aksinya. Namun permintaan itu ditolak dan Paludan tetap nekat menjalankan aksinya.

Paludan dilarang masuk ke Swedia selama dua tahun akibat aksi pembakaran di Malmo tersebut. Namun dia mengajukan permintaan untuk menjadi warga negara Swedia. Permintaan itu akhirnya diterima.

Pada April 2022, Paludan mengklaim telah membakar satu salinan Alquran di depan Masjid Raslatt di kota selatan Swedia, Jonkoping. Polisi Swedia menolak permohonan Paludan yang mengajukan izin untuk menggelar demonstrasi pembakaran kitab suci umat Islam pada 1 Mei, yang bertepatan dengan Hari Buruh Sedunia.

Dilansir BBC, pada 2020 Paludan, dijatuhi hukuman satu bulan penjara karena sejumlah pelanggaran termasuk rasisme. Dia dihukum karena mengunggah video anti-Islam di saluran media sosial partainya.

 Paludan mendapatkan hukuman penjara yang ditangguhkan karena rasisme pada 2019. Dia juga menghadapi 14 dakwaan, termasuk rasisme, pencemaran nama baik dan mengemudi secara berbahaya. Paludan dipecat sebagai pengacara kriminal dan dilarang mengemudi selama setahun.

 Stram Kurs memenangkan 1,8 persen suara dalam pemilihan nasional pada 2019, atau jauh dari ambang batas 2 persen yang diperlukan untuk masuk parlemen. Paludan memimpin demonstrasi yang melibatkan pembakaran Alquran di daerah-daerah dengan komunitas etnis minoritas.

Komunitas Islam Swedia telah berkembang melalui migrasi massal mulai tahun 1960an. Perkiraan Pew Research 2017 menunjukkan Muslim menyumbang 8,1 persen dari total populasi Swedia yakni sekitar 10 juta jiwa. Jumlah umat Muslim di Swedia terus tumbuh karena proses migrasi yang terus berlanjut, dan tren demografis saat ini yang mencakup angka kelahiran  lebih rendah di antara etnis Swedia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement