Selasa 24 Jan 2023 09:04 WIB

Saran dari Ahli untuk Program Vaksinasi Covid-19 Booster Kedua

Layanan vaksinasi Covid-19 booster kedua dimulai pemerintah hari ini.

Presiden Jokowi menerima suntikan booster dosis kedua Covid-19 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/11). Untuk masyarakat umum, layanan vaksinasi booster dosis kedua dimulai hari ini, Selasa (24/1/2023). (ilustrasi)
Foto: Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi menerima suntikan booster dosis kedua Covid-19 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/11). Untuk masyarakat umum, layanan vaksinasi booster dosis kedua dimulai hari ini, Selasa (24/1/2023). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dian Fath Risalah

Mulai hari ini, pemerintah memulai program pemberian vaksinasi Covid-19 booster dosis kedua kepada masyarakat. Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta sebaiknya pemerintah selektif dalam memberikan vaksin dosis penguat kedua.

Baca Juga

"(Pemberian vaksin Covid-19 booster kedua) untuk masyarakat umum sebaiknya selektif dulu karena kita harus prioritaskan kelompok yang berisiko tinggi dari sisi kondisi tubuh maupun pekerjaan. Sebab, ada keterbatasan tenaga kesehatan yang menyuntik alias vaksinatornya," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (23/1/2023). 

Tak hanya itu, ia mengingatkan jumlah vaksin Covid-19 booster kedua juga pastinya terbatas. Sehingga, Dicky merekomendasikan masyarakat umum bisa bersabar karena mereka bukanlah kelompok rawan.

 

Dicky mengungkap hasil riset yang membuktikan bahwa, imunisasi kombinasi Covid-19 bisa bertahan selama setahun. Sehingga, Dicky meminta pihak yang harus mendapatkan prioritas vaksin Covid-19 booster kedua adalah mereka yang berisiko dari sisi pekerjaan seperti pelayan publik, tenaga kesehatan, atau berdasarkan kondisi tubuh.

Ia mencontohkan, para pelayan publik di garda terdepan seperti petugas imigrasi, petugas kantor kesehatan pelabuhan, guru, harus terlebih dulu mendapatkan vaksinasi dosis penguat kedua. Adapun untuk masyarakat umum, para lanjut usia (lansia) atau yang punya penyakit penyerta (komorbid) juga harus jadi prioritas.

"Jadi, mereka secara paralel harus diberikan dosis kedua," ujarnya.

Sedangkan, masyarakat umum bisa menunggu terlebih dulu. Kalaupun masyarakat perlu mendapatkan vaksin Covid-19 booster kedua, Dicky merekomendasikan berdasarkan wilayah dengan rujukan jumlah kasus Covid-19 terkini.

Terkait vaksin Covid-19 booster kedua bisa berpengaruh dalam membentuk kekebalan kelompok (herd immunity), Dicky mengakui tentu ada pengaruhnya. Tetapi pengaruhnya untuk kelompok berisiko tinggi. Sedangkan bagi masyarakat dengan modal imunitas yang ada tampaknya tidak terlalu mengkhawatirkan.

"Yang mengkhawatirkan adalah kelompok risiko tinggi kalau booster-nya rendah," ujarnya.

Virolog dari Universitas Udayana Bali, Gusti Ngurah Kadek Mahardika menilai vaksin Covid-19 dosis booster kedua yang dilakukan per 24 Januari 2023 tidaklah diperlukan. Namun, vaksin Covid-19 yang tidak memberikan efek samping maka pemberian vaksin booster kedua bisa dilakukan.

"Dalam pandangan umum, kekebalan alami berlangsung lama, bahkan bisa seumur hidup, jadi vaksin (buatan) tak perlu lagi kecuali virus baru muncul yang berbeda jauh dengan Omicron," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (23/1/2023).

Artinya, dia melanjutkan, vaksin tak diperlukan lagi dengan catatan virus yang bersirkulasi masih mirip virus sebelumnya. Kendati demikian, Mahardika memandang vaksin saat ini tidak memiliki efek samping.

"Jadi, vaksin Covid-19 booster kedua dapat diizinkan," katanya. Namun, pemberian vaksin Covid-19 booster bisa berulang, Mahardika menilai mudaratnya hampir nihil. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement