Selasa 24 Jan 2023 14:48 WIB

Tanggapan AS Soal Pembakaran Alquran di Swedia

AS tanggapi pembakaran Alquran di Swedia.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Hafil
Tanggapan AS soal Pembakaran Alquran di Swedia. Foto: Aksi pembakaran Alquran di Swedia.
Foto: EPA-EFE/Fredrik Sandberg/TT SWEDEN OUT
Tanggapan AS soal Pembakaran Alquran di Swedia. Foto: Aksi pembakaran Alquran di Swedia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pada Senin (23/1/2023) mengatakan, pembakaran Alquran di Kedutaan Besar Turki di Stockholm merupakan ulah provokator yang ingin meregangkan hubungan antara Swedia dan Turki. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price mengatakan, pembakaran Alquran oleh ekstremis sayap kanan kemungkinan merupakan sabotase terhadap aksesi Swedia dan Finlandia sebagai anggota NATO.

"Pembakaran itu ulah seorang provokator yang mungkin sengaja berusaha membuat jarak antara dua mitra dekat kita, Turki dan Swedia. Dia mungkin sengaja berusaha mempengaruhi diskusi yang sedang berlangsung mengenai aksesi Swedia dan Finlandia ke NATO," kata Price, dilaporkan Al Arabiya, Senin (23/1/2023).

Baca Juga

Seorang ekstremis sayap kanan kewarganegaraan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan pada Sabtu (21/1/2023) membakar kitab suci Alquran di depan Kedutaan Turki di Stockholm. Aksi ini terjadi bertepatan ketika Turki menahan aplikasi Swedia untuk memasuki aliansi NATO. Paludan mendapatkan izin dari polisi Swedia untuk menjalankan aksi pembakaran kitab suci umat Islam tersebut.

Price mengatakan, membakar kitab suci adalah tindakan yang sangat tidak sopan dan keji. Tapi di sisi lain, Price membela sikap Swedia yang mengizinkan Paludan melakukan aksi tercela itu. Price mengatakan bahwa Swedia menjunjung kebebasan berserikat.

 

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang memiliki akar politik Islam, menyuarakan kemarahan atas insiden tersebut. Erdogan mengatakan, Swedia seharusnya tidak mengharapkan dukungan untuk bergabung dengan NATO. Sebelumnya Erdogan menuntut agar Stockholm mengambil tindakan terhadap militan Kurdi yang dianggap sebagai teroris oleh Turki.

Pada 2022 lalu, Swedia dan Finlandia m mendaftar agar dapat menjadi anggota NATO. Invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan arah kebijakan pertahanan Swedia dan Finlandia berubah.

Di bawah aturan NATO, masuknya anggota baru harus mendapatkan persetujuan dari seluruh anggota. Sejauh ini hanya Turki dan Hungaria yang belum memberikan lampu hijau bagi Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan NATO. Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban berjanji, parlemen akan membuat keputusan pada bulan depan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement