IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi terus mencari formulasi untuk mengurangi masa antrean jamaah calon haji di seluruh dunia, termasuk Indonesia, mengingat minat masyarakat untuk ke Tanah Suci semakin tinggi.
"Saat ini Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia sedang berdiskusi cara yang paling tepat untuk mengurangi antrean haji di seluruh dunia, termasuk Indonesia," ujar Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief dalam diskusi FMB9 di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Hilman mengatakan saat muktamar perhajian yang digelar di Arab Saudi pada Januari lalu, ada sejumlah wacana yang diusulkan untuk mengurangi antrean.
Pertama, kemungkinan membuka keran jamaah lebih banyak dibanding saat ini yang mencapai 2-3 juta orang tiap tahunnya. Kedua, perluasan di Mina lewat pembangunan tenda bertingkat.
"Saya melihat tenda-tenda di Mina akan ditingkat meski masih menjadi perdebatan ulama di sana, apakah tenda-tenda itu layak ditingkatkan atau tidak secara syar'i," kata dia.
Ketiga, memangkas masa tinggal saat mabit di Muzdalifah yang awalnya 2-3 hari menjadi beberapa jam saja hanya untuk melakukan lempar jumrah. Hal ini dilakukan untuk mengatur atur masuk/keluar jamaah.
"Berarti isunya adalah bagaimana mengenai flow dari jamaah dari berbagai belahan dunia ke Jamarot kemudian kembali ke hotel. Ini masih menjadi isu," kata dia.
Menurut Hilman, semua skema ini masih hanya sebatas wacana dan masih harus ditelaah dari berbagai sisi.
"Tapi upaya untuk mengurangi antrean adalah dibuka keran yang semakin luas untuk jamaah haji seluruh dunia, termasuk Indonesia," kata dia.
Sebelumnya, kuota haji Indonesia tahun 1444H berjumlah 221.000 orang, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus.
Jumlah tersebut terdiri atas 190.897 orang haji reguler tahun berjalan, 10.166 orang prioritas lanjut usia, 685 orang pembimbing dari unsur Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, dan 1.572 orang petugas haji daerah. Kuota petugas haji daerah ditetapkan paling banyak tiga orang untuk satu kelompok terbang.