Ahad 18 Jun 2023 15:28 WIB

Jelang Puncak Haji, Jamaah Lansia Diimbau tak Paksakan Diri Beribadah

Jamaah haji lansia dan sakit mendapat berbagai rukhsah (keringanan) dalam ibadah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Jamaah lansia kloter SOC 20 mengikuti senam di Hotel Bilal Sektor 10, Makkah, Arab Saudi, Sabtu (17/6/2023).
Foto: ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A
Jamaah lansia kloter SOC 20 mengikuti senam di Hotel Bilal Sektor 10, Makkah, Arab Saudi, Sabtu (17/6/2023).

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Kegiatan di puncak haji yang akan banyak menguras energi jamaah adalah saat Wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah, tawaf Ifadah merupakan.

Karena itu, jamaah lanjut usia (lansia), jamaah kategori risiko tinggii (risti), dan penyandang disabilitas diimbau tidak memaksakan diri dalam beribadah sunnah.

Baca Juga

“Menjelang puncak haji, jamaah lansia, risti dan penyandang disabilitas perlu mengantisipasi dengan tidak memaksakan diri melaksanakan ibadah sunnah yang menguras tenaga, seperti umrah sunnah berkali-kali,” ujar Koordinator Media Center Haji (MCH) PPIH Pusat, Dodo Murtado dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (18/6/2023).  

Dia pun menyampaikan berbagai rukhsah (keringanan) ibadah yang perlu diterapkan jamaah untuk mencegah mudharat dan memberi kemudahan bagi jamaah.

“Ketika jamaah haji sakit dan tidak mampu mengerjakan tawaf dengan berjalan sendiri, maka bisa dibantu dengan ditandu atau digendong. Boleh menggunakan kursi roda atau alat lainnya jika tidak dapat berjalan atau ada masalah lain saat melakukan Sa’i,” kata Dodo.

“Jika jamaah tidak bisa melempar jumroh dengan berbagai alasan, maka boleh diwakilkan orang lain yang sudah melaksanakannya,” ucapnya.

Keringanan lainnya, jamaah yang ingin cepat-cepat kembali ke Makkah saat di Mina (sebelum tanggal 13 Dzulhijjah) boleh pergi lebih awal, yaitu pada tanggal 12 Dzulhijjah (nafar awwal). Jamaah yang berhalangan untuk wukuf karena sakit atau melahirkan dapat melaksanakannya di dalam mobil atau ambulans.

“Jamaah haji tamattu’ atau haji qiran yang tidak sanggup membayar dam boleh menggantinya dengan berpuasa selama 10 hari (3 hari ketika sedang berhaji dan 7 hari di Tanah Airnya),” jelas dia.

Dodo menambahkan, keringanan lainnya, jika tidak bisa melaksanakan mabit atau bermalam di Muzdalifah, boleh hanya sepintas di sana asalkan pada waktu malam hari atau hanya berada di mobil saja. Lalu, Salat boleh dijamak dan diqashar selama melaksanakan ibadah haji atau umrah.

“Semua rukhsah atau keringanan tersebut menunjukkan bahwa aturan-aturan yang ada dalam Islam bukan untuk menyulitkan umatnya,” ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement