IHRAM.CO.ID, Oleh Agung Sasongko dari Madinah, Arab Saudi
Pada musim haji, Masjid Qiblatain atau Masjid Bani Salamah ramai dipenuhi jamaah dari berbagai negara. Pemandangan ini jamak terjadi, karena Masjid Qiblatain menjadi salah satu tujuan jamaah haji. Kehadiran jamaah tak lain untuk semacam napak tilas cerita sejarah di masjid tersebut. Salah satunya terkait perpindahan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Masjidil Haram yang diabadikan dalam surah Al-Baqarah 144.
"Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan."
Petugas Bimbingan Ibadah Daker Madinah, Ustaz Asep Dadan Wildan pun menjelaskan hikmah di balik sejarah peristiwa tersebut. Menurutnya, sebelum umat Islam diperintahkan berkiblat ke Masjidil Haram, kaum muslimin di masa Nabi Muhammad SAW berkiblat ke Masjdil Aqsha. "Selama 16 bulan umat Islam berkiblat ke sana," kata dia.
Karena kiblat tersebut sama dengan umat Yahudi dan Nasrani, kaum Quraisy memanfaatkan hal tersebut untuk mengolok-olok. "Dikatakan bahwa ajaran Islam menjiplak atau meniru Yahudi dan Nasrani," kata dia.
Kemudian, Nabi pun berdoa kepada Allah agar memindahkan arah kiblat. Barulah setelah surat Al Baqarah ayat 143-144 turun, arah kiblat tersebut berubah. Namun, perubahan tersebut justru menjadi bahan olok-olok kalangan Quraisy. Karenanya, melalui perubahan tersebut kaum Muslimin diuji ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ustaz Asep mengutip surat Al-Baqarah Ayat 143 "Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah."
"Ajaran Islam disebut kalangan Quraisy tidak konsisten atau lemah. Ini yang kemudian berpengaruh kepada kalangan sahabat yang lemah imannya," kata dia.
Jejak perubahan tersebut yang coba diresapi oleh jamaah haji yang datang berkunjung. Di sana, selain berziarah jamaah juga menyaksikan keunikan arsiktur masjid. Awalnya bangunan masjid ini berupa bata dari lumpur, pelepah dan batang kelapa. Selanjutnya, masjid ini telah mengalami renovasi dan diperluas beberapa kali selama berabad-abad. Perluasan pertama terjadi pada era Khalifah Umar bin Abdulaziz, pada 706. Ukuran masjid tetap tidak berubah selama hampir 800 tahun. Kemudian, renovasi kembali dilakukan oleh Shaheen Al-Jamali pada 1488.
Terakhir, Raja Abdulaziz pada awal 1930-an juga memerintahkan renovasi lebih lanjut. Pada momen ini dilakukan pembangunan menara, perbaikan tembok di sekitarnya, serta perluasan masjid menjadi 425 meter persegi.
Keindahan dan kemegahan bagian luar Masjid Qiblatain juga tidak kalah dengan bagian dalam masjid. Di bagian luar masjid, yang paling megah terdapat pada menara dan kubah. Menara pada Masjid Qiblatain ada dua, dengan bentuk dan ukuran yang sama. Masing-masing menara diberi ukiran-ukiran khas timbul yang terlihat seperti benteng pertahanan dan daun jendela.
Jika menara banyak dihiasi ukiran motif, maka tidak dengan kubah yang hanya ada satu ukiran timbul dengan bentuk garis lurus ke atas atau vertikal. Kubah Masjid Qiblatain totalnya ada lima, dua dengan bentuk dan ukuran sama yang posisinya membelah menara.Kubah utama menunjukkan arah kiblat yang benar, dan kubah kedua dijadikan sebagai pengingat sejarah ketika terjadinya perubahan arah kiblat.