IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Sebagai rukun Islam, haji merupakan kewajiban bagi setiap insan muslim yang mampu. Para cendikiwan mengatakan, bahwa haji adalah ibadah penuh simbol. Simbol yang memberikan banyak petunjuk, jika dihayati secara bijak, maka akan melahirkan kepekaan sosial (memberikan makan) dan mewujudkan kedamaian (menebarkan salam).
Ketua Pengurus Besar (PB) Al-Washliyah, H Mahmudi Affan Rangkuti, menuturkan bahwasanya ibadah haji adalah khoirunnas anfa’uhum linnas, yang bermakna bahwa haji merupakan panggung silaturrahim hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan Allah Swt.
"Sehingga konsep haji sejatinya mencerdaskan kepekaan kehidupan diri dan lingkungan dan lebih luas kepekaan kepada bangsa dan seluruh manusia serta alam. Itu konsep haji mabrur dengan ciri, Pertama Santun Kata. Kedua, Tebar Kedamaian. Ketiga, Saleh Pribadi dan Sosial," ujar Mahmudi Affan Rangkuti, di Madinah, Rabu (5/7/2023).
Ia melanjutkan, belajar dari para alim ulama besar seperti KH Ahmad Dahlan, dan KH Hasyim Asyari yang membawa perubahan sosial pasca kepulangan dari ibadah haji. Umat saat ini seharusnya malu dengan spirit mencintai bangsa, membenci kekerasan, dan semangat belajar yang dibawa oleh para pendahulu saat itu.
"Semakin tinggi semangat para ulama terdahulu, apalagi setelah pulang dari berhaji. Karena haji menggambarkan satu kondisi manusia yang santun dalam bertutur kata, manusia penebar kedamaian, manusia saleh pribadi dan manusia saleh sosial. Karena dalam haji ada bekal takwa yang paripurna," katanya.
Pria yang juga merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) ini mengatakan, wukuf yang merupakan salah satu rukun wajib haji, juga sarat akan makna sakral di dalamnya, termasuk makna perdamaian dan kesalehan sosial.
"Wukuf adalah masa perenungan, masa muhasabah, masa titik awal memperbaiki diri dan bermanfaat bagi diri dan alam semesta. Wukuf menggambarkan kedamaian tanpa caci maki, bertengkar, menghancurkan, kekerasan. Wukuf adalah representatif kehidupan damai, damai dengan apapun," kata Mahmudi.
Namun, jika belum dapat menunaikan ibadah haji, Mahmudi mengimbau umat agar senantiasa melaksanakan konsep yaqin dan memperbanyak ilmu melalui proses belajar yang penuh keihklasan guna membekalkan diri dengan ketaqwaan.
"Laksanakanlah konsep yaqin agar hidup selalu bercahaya dan berbaik sangka. Tentu kita harus tahu apa itu haji, apa makna dan hakekat haji maka harus belajar atas hal itu. Memperoleh takwa tentu ada proses, belajar dan berbincang menuntut ilmulah dengan orang-orang saleh. Ilmul yakin, ainul yakin dan haqqul yakin," kata pria yang Musim haji 2023 ini bertindak sebagai Panitia Haji Kementerian Agama RI sebagai Kepala Sektor (Kasektor) 1 dengan daerah kerja di Madinah.
Oleh karena itu, guna memelihara persaudaraan kebangsaan dan perdamaian sebagaimana makna ibadah haji, Mahmudi memandang para pemimpin memiliki peran besar memperkuat persatuan melalui komunikasi dan silaturahmi intensif dengan berbagai pihak.
"Pemimpin agama senantiasa membangun komunikasi instensif antar sesama pemuka agama dalam merumuskan dan mendiskusikan segala hal perbedaan, mitigasi persoalan. Dalam perbedaan pasti ada persamaan. Dalam permasalahan pasti ada jalan keluar. Dalam persamaan itulah ada kedamaian dan titik keharmonian," ucapnya.
Bukan tanpa alasan, Mahmudi yang juga menjabat sebagai Analis Kebijakan Ahli Muda pada Subdit Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus, Kementerian Agama ini juga selalu menekankan pentingnya penanaman nilai persaudaraan kebangsaan yang mana didalamnya terdapat nilai agama, nilai sosial dan nilai budaya.
"Ini yang saya sebut dengan kehidupan yang bernafaskan agama, kehidupan yang bernafaskan budaya, kehidupan bernafaskan sosial. Karena semua agama pasti mengajarkan persaudaraan, cinta dan damai," kata Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (KPEU MUI) ini mengakhiri.