IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR dan Kementerian Agama (Kemenag) menggelar rapat kerja (Raker) membahas evaluasi haji 1444H/2023M. Salah satu yang dibahas mengenai makan pagi (sarapan) yang dinilai tidak layak.
"Catatan kami terkait konsumsi atau makanan. Sangat mengerikan, khususnya untuk Fraksi PDI Perjuangan. Kami dari mulai berangkat sampai pemulangan, sebelum keberangkatan, sering mendapatkan keluhan dari jamaah. Mereka menganggap bahwa apakah kami ini manusia atau tidak," ujar anggota Komisi VIII, Selly Andriany Gantina, dalam Raker Senin (18/9/2023) kemarin.
Kritikan ini diberikan khususnya untuk makan pagi (sarapan). Konsumsi yang diberikan di waktu ini dinilai tidak manusiawi, berupa orek tempe dan ikan asin teri selama berhari-hari.
Sementara, lanjut dia, perlu diingat jumlah jamaah haji tahun ini didominasi oleh jamaah lanjut usia (lansia). Ia pun mempertanyakan katering seperti apa yang memberikan layanan tersebut.
Selly lantas menyinggung soal biaya yang tidak kecil yang dikeluarkan jamaah untuk berangkat haji. Hal ini pun menjadi bahan evaluasi pihaknya, apakah tahun depan jamaah tetap diberikan makan atau dalam bentuk uang.
"Kalau kita evaluasi kembali, kesepakatan antara Komisi VIII dan Kementerian Agama terakhir, saya sangat meyakini kita menyepakati memberikan makan untuk 3 hari menjelang Armuzna dan dua hari setelah Armuzna," lanjut dia.
Namun pada kenyataannya, ia menyebut hal ini tidak bisa dilakukan. Kondisi itu pun menjadi catatan bagi pihaknya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyebut makan pagi itu bukanlah dari pihak katering manapun. Pemberian sarapan merupakan kreasi dari petugas haji.
Kebijakan ini diambil oleh Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU), menyusul informasi yang berkembang jelang operasional haji. Kementerian Haji Saudi menyampaikan bahwa saat puncak haji cuaca akan sangat panas, antara 48 hingga 51 derajat.
"Sebagaimana diketahui, memang tidak ada skema sarapan di awal pembicaraan (Komisi VIII dan Kemenag). Di sisi lain, saya berpikir jamaah didominasi lansia. Bagaimana jamaah bisa menghadapi situasi ini (cuaca ekstrem), apalagi mereka lansia," kata dia.
Gus Men, panggilan akrabnya, menyebut akhirnya sarapan pun diberikan tetapi tidak spesifik dan tidak generik. Di tengah jalan, menu makan pagi ini diganti dengan bubur, baik bubur beras, bubur kacang hijau, ataupun bubur ketan hitam
"Ini petugas sendiri yang berkreasi. Yang penting kita tekankan jamaah, utamanya lansia, harus makan pagi," lanjut dia. Menurut ilmu kedokteran, ia menyebut makan yang paling penting adalah makan pagi.
Hal ini lah yang kemudian menjadi dasar atau alasan mengapa sarapan yang diterima jamaah terkesan tidak bervariasi. Hal ini bukan salah katering, karena merupakan hasil efisiensi Ditjen PHU agar jamaah tetap bisa diberikan makan pagi.