Selasa 03 Oct 2023 15:54 WIB

Kemenag Terima Banyak Laporan Tawaran Umrah Backpacker

Kemenag laporkan penyelenggara umroh backpacker ke polisi.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin di Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/ 2023 M, Jumat (8/9/2023).
Foto: Republika/ Fuji E Permana
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin di Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/ 2023 M, Jumat (8/9/2023).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) membuat laporan ke Polda Metro Jaya, tertanggal 12 September kemarin. Laporan ini sehubungan dengan penawaran umrah di luar Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

"Karena kami menerima bnyak pengaduan, berkaitan dengan orang atau kelompok yang menawarkan umroh, sementara mereka tidak berizin. Kami tidak memiliki kewenangan untuk memanggil mereka," ujar Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nur Arifin, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (3/10/2023).

Baca Juga

Sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019, terutama dalam Pasal 122, dinyatakan seseorang atau kelompok orang yang menyelenggarakan umrah tapi tidak berizin PPIU akan dikenai sanksi denda maksimal pidana penjara paling lama enam tahun, atau denda paling banyak Rp 6 miliar.

Aturan tersebut lantas diturunkan dalam PP 5 tahun 2021 dan PMA 5 tahun 2021. Di dalamnya mengatur tentang umrah, yang mana tugas Kemenag adalah memberikan pembinaan dan pengawasan kepada pelaku umrah yang berizin melalui PPIU atau haji melalui PIHK.

"Sedangkan kalau pelaku umrah ini tidak berizin, maka menjadi kewenangan kepolisian. Karena itu, kami melapor kepada kepolisian," lanjut dia.

Nur Arifin menyebut, apa yang dilakukan oleh Kemenag ini menyangkut salah satu tugasnya, yaitu memantau dan mengawasi perjalanan umrah. Di sisi lain, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk memanggil atau memeriksa pihak-pihak yang memiliki potensi pelanggararan hukum atau peraturan tersebut.

Terkait umrah mandiri atau backpacker yang saat ini tengah ramai diperbincangkan, Kemenag mengimbau agar umrah dilakukan melalui PPIU, sesuai dengan kebijakan yang ada, Hal ini bukan semata untuk menyulitkan umat Muslim yang ingin beribadah, tetapi bentuk kepastian jaminan layanan.

"Banyak terjadi kasus-kasus di Saudi, apakah masalah kesehatan, perhotelan, transportasi, atau hukum. Kalau mereka berangkat sendiri dan ada masalah, ya wassalam. Kalau ada PPIU, maka nanti kami bisa menuntut pihak travel atau PPIUnya," kata dia.

Ia pun menyontohkan pada musim haji kemarin, yang mana Kemenag menerima laporan jamaah meninggal atau sakit, tetapi yang bersangkurang tidak memiliki visa haji. Maka, untuk kasus ini mereka tidak memiliki asuransi kesehatan maupun asuransi jiwa, sehingga mereka menjadi tidak terurus.

Nur Arifin menegaskan pihaknya tidak ingin ada masyarakat Indonesia yang menjadi korban seperti itu. Tugas negara adalah memberikan perlindungan, salah satunya bagi siapapun yang bepergian ke luar negeri harus terjamin siapa penjamin perlindungannya. Jika ia berangkat untuk melaksanakan ibadah umrah, maka jaminan ini ada di PPIU.

Adapun dalam surat laporan yang diberikan kepada Polda Metro Jaya, disebutkan bahwa ada aktivitas penawaran ibadah umrah non-prosedural, yang dilakukan oleh pelaku usaha tanpa izin sebagai PPIU. Aktivitas tersebut dilakukan oleh seseorang dengan nama Ali sebagai pemilik dari Makkah Trip.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement