Senin 20 Nov 2023 23:39 WIB

Kekhususan Haji Bagi Perempuan, Apa Saja? 

Ketentuan ibadah haji bagi laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Masjidil Haram di Makkah menyaksikan lonjakan jamaah wanita pada hari pertama dan kedua haji, yang dikenal sebagai hari Khullaif. Mereka berpakaian serba hitam.
Foto: Haj Ministry/Saudi Gazette
Masjidil Haram di Makkah menyaksikan lonjakan jamaah wanita pada hari pertama dan kedua haji, yang dikenal sebagai hari Khullaif. Mereka berpakaian serba hitam.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketentuan ibadah haji bagi laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama, kecuali jamaah perempuan harus mengikuti ketentuan dan kekhususan tertentu. 

Dalam buku Tuntunan Manasik Haji terbitan Kementerian Agama disebutkan sejumlah kekhususn haji bagi jamaah perempuan. Berikut penjabarannya: 

Baca Juga

1. Menutup aurat seluruh tubuh dengan busana Muslimah kecuali muka/wajah dan pergelangan tangan sampai ujung jari. 

2. Tidak mengeraskan suara ketika berdzikir, berdoa dan membaca talbiyah. 

3. Tidak berlari-lari kecil saat tawaf dan sa’i. 

4. Tidak disunahkan mengecup Hajar Aswad tapi cukup dengan memberi isyarat mengangkat/menghadapkan telapak tangan ke arah batu hitam kemudian mengecup tangannya. 

Adapun hukum mencium Hajar Aswad bagi perempuan adalah mubah; tidak mendapat pahala apabila melakukan, dan tidak berdosa apabila meninggalkan. 

5. Tidak mencukur rambut (gundul) tapi cukup memotong ujung rambutnya minimal tiga helai. 

6. Semua rukun dan wajib haji boleh dilaksanakan perempuan dalam kondisi haidh atau nifas, kecuali tawaf. Apabila terjadi haidh setelah tawaf, ia boleh melanjutkannya dengan bersa’i dengan cara memampatkan (menyumpal) jalan darah haidh supaya tidak menetes. 

7. Perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haidh sebelum selesai umrah, maka ia harus melakukan sejumlah hal: 

a. Menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur. 

b. Bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor kambing. 

8. Jika jamaah perempuan segera pulang padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, maka langkah-langkah yang harus ia lakukan secara berurutan adalah: 

a. Menunda tawaf dan menunggu sampai suci jika dia memiliki cukup waktu dan tidak terdesak oleh waktu kepulangan. 

b. Meminum obat sekadar untuk 

memampatkan kucuran darah jika dia adalah jamaah haji gelombang I kloter awal yang harus segera balik ke tanah air. 

c. Mengintai atau mengintip kondisi dirinya sendiri seandainya ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan kucuran darah haidh mampat dalam durasi yang cukup untuk sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran. 

Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah haidhnya mampat, jamaah perempuan itu harus segera mandi haid lalu menutup rapat lubang tempat darah berasal dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia melakukan tawaf. 

Jika setelah dia tawaf darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya artinya lebih tepat diartikan bersih, yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini pendapat salah satu qoul Imam Syafi’i. 

d. Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan perempuan haidh melakukan thawaf tetapi wajib membayar dam seekor unta.

e. Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya tawaf jika kondisi yang dihadapi jamaah perempuan ini darurat, misalnya dia harus segera pulang ke tanah air dan menuju ke Madinah berdasarkan jadwal penerbangan yang ada, lalu segera melaksanakan tawaf ifadhah dengan menutup rapat-rapat tempat darah keluar dengan pembalut agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke lantai masjid selama dia melaksanakan tawaf ifadhah. Jamaah perempuan yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam. 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement