IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Haid atau menstruasi adalah salah satu hal yang menjadi perhatian jamaah haji wanita. Sebagian jamaah haji mengonsumsi obat untuk menghentikan haid sementara.
Bagaimana dengan jamaah haji yang tidak mengonsumsi obat tersebut sedangkan jadwal menstruasi bertepatan dengan saat ia hendak tawaf? Dalam buku Tuntunan Manasik Haji terbitan Kementerian Agama disebutkan sejumlah kekhususan haji bagi jamaah perempuan.
Perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haid sebelum selesai umroh, maka ia harus melakukan sejumlah hal.
a. Menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur.
b. Bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor kambing.
8. Jika jamaah perempuan segera pulang padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, maka langkah-langkah yang harus ia lakukan secara berurutan adalah:
a. Menunda tawaf dan menunggu sampai suci jika dia memiliki cukup waktu dan tidak terdesak oleh waktu kepulangan.
b. Meminum obat sekadar untuk memampatkan kucuran darah jika dia adalah jamaah haji gelombang I kloter awal yang harus segera balik ke tanah air.
c. Mengintai atau mengintip kondisi dirinya sendiri seandainya ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan kucuran darah haid mampat dalam durasi yang cukup untuk sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran.
Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah haidnya mampat, jamaah perempuan itu harus segera mandi haid lalu menutup rapat lubang tempat darah berasal dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia melakukan tawaf.
Jika setelah dia tawaf darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya artinya lebih tepat diartikan bersih, yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini pendapat salah satu qoul Imam Syafi’i.
d. Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan perempuan haid melakukan thawaf tetapi wajib membayar dam seekor unta.
e. Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya tawaf jika kondisi yang dihadapi jamaah perempuan ini darurat, misalnya dia harus segera pulang ke tanah air dan menuju ke Madinah berdasarkan jadwal penerbangan yang ada, lalu segera melaksanakan tawaf ifadhah dengan menutup rapat-rapat tempat darah keluar dengan pembalut agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke lantai masjid selama dia melaksanakan tawaf ifadhah. Jamaah perempuan yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.