Oleh Karta Raharja Ucu, Langsung dari Madinah Arab Saudi
IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Payung-payung raksasa di Masjid Nabawi malam ini, Selasa (21/5/2024) sebelum Sholat Magrib, tertutup. Gerakan kaki-kaki pecinta surga berhentakan di lantai marmer masjid Baginda Nabi. Ada seorang pria yang memanggul tas di punggungnya dihentikan seorang Askar dan penjaga pintu masjid.
"La yajuz lak aldukhul," kata seorang penjaga yang tangan kanannya menghalang jamaah berpakaian kurta, sementara tangan kirinya mengisyaratkan tas yang pria itu pakai.
Selanjutnya, entah apa yang mereka bicarakan, selain saya tidak lagi mengerti bahasanya, saya pun terburu-buru masuk ke dalam masjid lantaran juga membawa tas jinjing yang berukuran cukup besar. Tas yang saya bawa menggelembung. Karena selain berisi perlengkapan liputan, seperti HP, power bank, laptop, hingga kabel dan charger, di tas itu saya juga membawa sejumlah bawaan seperti sandal jepit dan masker. Kedua barang terakhir yang saya sebut itu ada di dalam tas untuk persiapan ketika bertemu jamaah yang kehilangan sandal atau tidak memakai masker.
Untuk masuk ke dalam Masjid Nabawi, memang tidak diperbolehkan membawa bungkusan atau tas punggung berukuran besar. Peraturan ini relatif berbeda-beda di setiap pintu masuk. Jika beruntung dan bisa menjelaskan kepada Askar kalau barang yang dibawa tidak berbahaya, biasanya jamaah akan diizinkan masuk masjid. Tetapi saat bertemu Askar yang "saklek", jamaah akan diminta pergi dan terpaksa sholat di pelataran masjid.
Tidak jarang jamaah yang kucing-kucingan dengan askar untuk bisa masuk ke dalam masjid. Caranya tentu dengan "mindik-mindik" lewat pintu lain yang tidak dijaga askar, atau justru masuk lewat pintu yang ramai dengan jamaah lain sehingga bisa menyusup dan tak terlihat oleh Askar.
Sebenarnya alasan pelarangan membawa barang atau tas berukuran besar ke dalam Masjid Nabawi, selain dikhawatirkan membawa barang berbahaya, juga karena akan menghabiskan tempat sholat. Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pun melarang jamaah membawa barang besar, berupa tas atau koper bahkan kereta bayi ke dalam masjid. Barang-barang kecil pun seperti sandal, bisa dititipkan atau diletakkan di loker yang disediakan sebelum pintu masuk masjid.
Namun, saya tidak menyarankan jamaah haji Indonesia meletakkan barang-barang, termasuk sandal di loker tersebut. Karena sudah banyak kejadian, jamaah mengaku kehilangan sandalnya dan terpaksa pulang nyeker atau tanpa alas kaki, lantaran sandalnya tak ditemukan. Sebenarnya beberapa kasus yang saya temui, sandal mereka tidak hilang, tetapi jamaah lupa di pintu mana meletakkan sandalnya. Karena tidak sedikit jamaah haji Indonesia yang masuk masjid pintu 10 misalnya, keluar di pintu 35.
Gara-gara salah pintu itu pula, banyak jamaah yang tersesat untuk pulang ke pemondokan tempat menginap. Yang berbahaya lagi jika jamaah yang kesasar itu lansia dan demensia. Jika ditambah jamaah itu tidak membawa identitas, lengkaplah sudah.
Entah sudah berapa banyak Petugas Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Madinah bertemu jamaah yang kesasar. Ada yang tak bawa kartu identitas, tak bawa tas, tidak memakai gelang haji, hingga tidak bawa HP. Solusi kami PPIH, termasuk saya, jika menemukan jamaah tanpa membawa identitas adalah mengambil foto jamaah tersebut dan mempostingnya di grup WA. Biasanya ketua sektor, perlindungan jamaah (Linjam) atau petugas lain yang mengenal jamaah tersasar itu, akan langsung merespon dengan memberikan informasi.
Oke kembali lagi soal kucing-kucingan dengan Askar di Masjid Nabawi. Biasanya Askar atau petugas masjid akan mendekati jamaah yang berkerumun lebih dari lima orang. Memang peraturan di Arab Saudi melarang jamaah berkerumun yang bisa dicurigai melakukan hal yang kurang baik.
Hingga hari ke-12 saya di Madinah, ada-ada saja memang kelakuan jamaah yang membuat Askar marah. Seperti memaksa masuk shaf yang sudah penuh menjelang sholat, membawa botol galon untuk mengambil air zamzam di dalam masjid, hingga berdoa menghadap makam Rasulullah. Bahkan ada jamaah Indonesia yang membentangkan spanduk di pelataran Masjid Nabawi. Hasilnya bisa ditebak, dua jamaah itu terpaksa menginap di kantor polisi sebelum akhirnya dibebaskan Linjam.
Sejatinya Askar atau petugas masjid tidak akan bertindak jika jamaah yang datang berlaku sopan dan wajar. Meski masih ada larangan tidak tertulis untuk jangan memfoto atau mengambil video mereka, tetapi beberapa Askar ada yang senang ketika melihat kamera HP mengarah kepadanya.
Seperti pengalaman saya yang membawa kamera action ke dalam Raudhah dan saya letakkan di pundak. Seorang penjaga masjid justru bertanya ramah tentang apa yang saya bawa sebelum meminta saya selesai berdoa dan angkat kaki dari Taman Surga.
"Indonesi, khalas," Sembari menunjuk ke pundak saya, dia lanjut berkata, "Camera?"
"Na'am. Lakin off."
"Masha Allah," kata petugas berompi cokelat sembari menepuk pundak saya.
Ah, karena bahasa tubuhnya bersayap, saya memutuskan langsung bersalaman dan buru-buru pergi. Daripada tiba-tiba diminta menghapus rekaman. Eman-eman.