IHRAM.CO.ID, MAKKAH — Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Artinya, ada ghibah yang memang diperbolehkan dengan niat dan keadaan tertentu. Misalnya menggibah dengan maksud dan tujuan yang benar, dan tidak mungkin dicapai kalau bukan melalui jalan ghibah.
Dikutip dari buku "Menjadi Remaja yang Mulia” karya Abu Syahidah menyebutkan, ada lima jenis ghibah yang diperbolehkan.
1. Orang yang mazhlum (teraniaya).
Bila kamu dianiaya maka boleh menceritakan dan mengadukan kezaliman orang yang menzhalimimu kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada orang yang berwenang memutuskan suatu perkara untuk menuntut hakmu.
Hal ini dijelaskan dalam alqur'an surat Al Nisa ayat 148:
لا تُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya.”
Maksud ayat ini adalah kalau kamu dizalimi atau dianiaya orang lain maka boleh menceritakan keburukan kezalimannya itu kepada khalayak. Bahkan lebih boleh lagi bila menceritakannya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan wewenang untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, misalnya menceritakan kepada seorang pemimpin atau hakim, dengan tujuan mengharapkan bantuan atau keadilan.
Tetapi harus di ingat, bahwa walaupun boleh mengghibah orang yang menzalimimu, tetapi memaafkan atau menyembunyikan keburukannya adalah lebih baik. Hal ini dijelaskan pada ayat berikutnya, yaitu surat Al Nisa ayat 149:
إِن تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَن سُوَءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَفُوا قَدِيرًا
"Jika kamu menyatakan kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa."
2. Meminta bantuan untuk menyingkirkan
kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar.
Jika ada teman yang gemar berbuat onar atau maksyiat maka kamu boleh mengghibahnya dengan tujuan isti’anah (minta tolong) pada orang lain untuk mencegah kemungkarannya dan mengembalikannya ke jalan yang benar.
3. Istifta' (meminta fatwa) dalam suatu hal.
Misalnya ada teman yang berbuat maksiat seperti mencuri pakaian untuk dipakai sholat atau untuk disumbangkan maka boleh bertanya kepada ulama tentang itu. Jadi boleh menceritakan bahwa temanmu itu mencuri. Tetapi untuk lebih berhati- hati dari dosa, maka lebih baik kalau hanya menyebutkan keburukan orang lain sesuai yang ingin kamu adukan, tidak lebih dari itu.
4. Memperingatkan kaum muslimin dari beberapa kejahatan seperti:
a. Apabila ada perawi hadits, saksi, atau pengarang buku yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma' (kesepakatan) ulama maka boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. Ini dilakukan untuk memelihara kebersihan syariat.
Jadi kalau mengghibah dengan tujuan seperti ini maka diperbolehkan, bahkan wajib dilakukan untuk menjaga kesucian hadits. Karena hadits merupakan sumber hukum kedua bagi kaum muslimin setelah Alqur'an. Misalnya kamu katakan:
"Buku yang berjudul: ..... (sebutkan judulnya)" tidak baik karena pengarangnya pendusta atau pemikiran pengarangnya menyimpang dari kebenaran agama."
b. Apabila melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak yang pencuri, peminum, dan sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak mengetahui, atau melihat orang menyewa pembantu yang berkarakter buruk pencuri, pendusta, pemalas, maka boleh menceritakan kepada si penyewa itu tentang sifat buruknya. Ini kamu lakukan untuk memberi nasihat atau mencegah kejahatan terhadap saudara kita. Tapi tidak boleh berniat atau bertujuan untuk menyakiti hati salah satu pihak.
c. Apabila kamu melihat teman atau orang lainnya menuntut ilmu agama atau belajar kepada seseorang yang fasik atau ahli bid'ah dan khawatir terhadap bahaya yang akan menimpanya maka wajib menasehatinya dengan cara menjelaskan sifat dan keadaan guru tersebut. Tetapi kamu lakukan gibah ini dengan tujuan untuk kebaikan semata. Bukan karena iri atau untuk menyakiti salah satu pihak.
5. Boleh menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik atau bid'ah seperti, minum minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-perkara bathil lainnya. Tetapi tidak boleh menceritakan keburukan itu dengan menambah-nambahnya. Jadi gibah yang kamu lakukan ini untuk kebaikan semata.