Jumat 22 Oct 2021 14:44 WIB

UKM Dibayangi Bahaya Serangan Siber

UKM yang sudah mengadopsi teknologi digital menghasilkan dan menyimpan banyak data.

Anggota tim dari JD.ID mengajari pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah Tim dari (UMKM) menggunakan aplikasi pasar digital dalam Pelatihan Kewirausahaan Berbasis Technoprener (ilustrasi)
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Anggota tim dari JD.ID mengajari pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah Tim dari (UMKM) menggunakan aplikasi pasar digital dalam Pelatihan Kewirausahaan Berbasis Technoprener (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riset dari Cisco menunjukkan usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia dibayangi ancaman serangan siber, setelah banyak dari mereka yang berjualan secara dalam jaringan akibat pandemi. "Selama 18 bulan terakhir, UKM telah memanfaatkan teknologi agar bisa tetap beroperasi dan melayani pelanggan mereka. Bahkan saat mereka sedang menangani dampak dari pandemi," kata Direktur Cisco Indonesia, dalam keterangan pers, dikutip Jumat (22/10). 

Langkah para pelaku UKM ini mempercepat digitalisasi usaha kecil di Indonesia. Tapi, mereka juga menjadi sasaran empuk penjahat siber. Sebab UKM yang sudah mengadopsi teknologi digital menghasilkan dan menyimpan banyak data.

Baca Juga

Survei Cisco berjudul Cybersecurity for SMBs: Asia Pacific Businesses Prepare for Digital Defense menunjukkan ada banyak cara penjahat siber mencoba menyusup ke sistem UKM di Asia Pasifik. Sebanyak 80 persen UKM yang menjadi responden lebih khawatir tentang serangan siber dibandingkan 12 bulan lalu. 

Sementara 81 persen UKM mengaku pernah mengalami serangan siber setahun belakangan. Kondisi di Indonesia, 29 persen UKM yang mengalami serangan siber menyatakan alasan mereka menjadi sasaran adalah karena tidak memiliki solusi keamanan siber yang memadai.

Terdapat 21 persen UKM yang mengalami serangan siber tidak memiliki solusi keamanan pada sistem mereka. Serangan siber tidak hanya berdampak pada keamanan, namun, juga bisnis UKM. Sebanyak 43 persen UKM yang menjadi korban serangan siber merugi sekitar 500 ribu  dolar Amerika Serikat. Bahkan 12 persen mengeluarkan biaya lebih dari satu juta dolar AS.

Serangan siber juga menyebabkan mereka kehilangan data karyawan (63 persen), email internal (62 persen), informasi sensitif (60 persen) dan informasi keuangan (54 persen). Serangan siber ada kalanya menyebabkan situs mereka tidak bisa diakses atau downtime. Sebanyak 18 UKM di Indonesia mengaku downtime kurang dari satu jam bisa menyebabkan gangguan operasional yang parah. Kejadian yang paling buruk, 9 persen UKM mengatakan downtime selama satu hari bisa berakibat bisnis mereka tutup permanen.

Kabar baiknya, semakin banyak UKM yang sadar bahaya serangan siber dan berusaha meningkatkan kekuatan mereka. Riset yang sama menunjukkan 84 persen UKM Indonesia melakukan perencanaan skenario atau simulasi mewaspadai serangan siber selama 12 bulan terakhir. Sebanyak 74 persen UKM di Indonesia meningkatkan investasi untuk keamanan siber sejak pandemi.

UKM juga meningkatkan investasi di berbagai bidang seperti alat penyesuaian dan pemantauan, talenta, pelatihan dan asuransi. Hal tersebut menunjukkan pemahaman mereka semakin kuat bahwa membangun pondasi keamanan siber yang kuat memerlukan integrasi dari beberapa hal.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement