Jumat 04 Mar 2022 19:18 WIB

Dukungan Ahmadinejad untuk Ukraina Ketika Iran Pilih Dukung Rusia

Perundingan gencatan senjata Rusia-Ukraina hari ini tidak mencapai titik temu.

Pemandangan pusat kota rusak setelah serangan udara Rusia di Chernigiv, Ukraina, Kamis, 3 Maret 2022. Sejumlah pemimpin dunia terus mengutuk aksi Rusia terhadap Ukraina, termasuk mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad.
Foto: AP/Dmytro Kumaka
Pemandangan pusat kota rusak setelah serangan udara Rusia di Chernigiv, Ukraina, Kamis, 3 Maret 2022. Sejumlah pemimpin dunia terus mengutuk aksi Rusia terhadap Ukraina, termasuk mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kiki Sakinah, Rizky Jaramaya, Lintar Satria

Serangan Rusia ke Ukraina belum juga berhenti. Sejumlah tokoh dunia sudah menyatakan dukungannya bagi Ukraina, termasuk mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad.

Baca Juga

Ahmadinejad melalui cicitannya di Twitter menyatakan dukungannya yang secara khusus dutujukan kepada "bangsa besar #Ukraina" dan presidennya, Volodymyr Zelenskyy. "Perlawanan Anda yang terhormat dan hampir tak tertandingi mengungkap plot setan musuh umat manusia," tulis Ahmadinejad, di situs media sosial tersebut, dilansir dari Al-Monitor, Jumat (4/3/2022).

"Percayalah bahwa bangsa besar #Iran berdiri di samping Anda. Sambil mengagumi kegigihan heroik ini," tambah presiden Iran periode 2005-2013 ini.

Twitter sendiri dilarang di Iran, tetapi banyak politikus menggunakan situs web tersebut. Meski menyatakan dukungan terhadap Ukraina, komentar Ahmadinejad ini secara langsung bertentangan dengan sikap Republik Islam Iran pada konflik ini. Iran diketahui mendukung Rusia.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian menyalahkan perang tersebut pada provokasi oleh aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah mengambil sikap serupa. "Ukraina adalah korban dari kebijakan penghasutan krisis Amerika," kata Khamenei pada 1 Maret 2022 lalu.

Para pemimpin Iran ini mengacu pada dukungan Barat untuk Ukraina untuk bergabung dengan NATO. Penerimaan potensial Ukraina ke NATO adalah salah satu alasan Rusia menginvasi tetangganya tersebut.

Di sisi lain, Iran abstain dari pemungutan suara pada resolusi PBB pekan ini yang mengutuk invasi Rusia dan menyerukan penarikan. Ini bukan pertama kalinya Ahmadinejad menyuarakan penentangan terhadap pemerintah Iran. Pada 2018, di tengah protes di Iran, Ahmadinejad mengkritik kebijakan ekonomi Presiden Hassan Rouhani saat itu.

Tahun lalu, Ahmadinejad mengecam tindakan keras pemerintah terhadap protes atas kekurangan air di provinsi Khuzestan barat daya. Pada tahun yang sama, Ahmadinejad membawa kritiknya ke tingkat yang baru dengan menuduh adanya "jaringan korup" di badan intelijen Iran yang melakukan spionase (mata-mata) atas nama kekuatan asing.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Kamis (3/3/2022) mengatakan, Moskow akan melanjutkan operasi militernya di Ukraina sampai akhir. Lavrov dikutip dari Reuters juga mengatakan, Rusia tidak memikirkan perang nuklir.

Lavrov mengatakan, solusi untuk krisis di Ukraina akan ditemukan. Dia meyakini babak baru pembicaraan antara pejabat Ukraina dan Rusia akan dimulai.

"Pemikiran nuklir terus berputar di kepala politikus Barat tetapi tidak di kepala Rusia. Saya meyakinkan Anda bahwa kami tidak akan membiarkan provokasi apa pun untuk membuat kami tidak seimbang," ujar Lavrov.

Menurut Lavrov, dialog Rusia dengan Barat harus didasarkan pada rasa saling menghormati. Dia menuduh NATO berusaha mempertahankan supremasi. Sementara Rusia memiliki niat baik, dan tidak akan membiarkan siapa pun merusak kepentingannya. Lavrov mengatakan, Moskow tidak dapat mentolerir ancaman militer dari Ukraina.

"Moskow tidak akan membiarkan Ukraina menjaga infrastruktur yang mengancam Rusia," kata Lavrov.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement