Rabu 20 Apr 2022 17:01 WIB

Garuda Indonesia Group Terapkan Tuslah Secara Berkala

Kenaikan harga bahan bakar avtur berdampak pada struktur biaya tiket penerbangan.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Pesawat Garuda Indonesia (ilustrasi)
Foto: Reuters
Pesawat Garuda Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Garuda Indonesia Group menyikapi secara positif terkait kebijakan Kementerian Perhubungan yang mengizinkan maskapai menerapkan tuslah atau penambahan biaya berupa fuel surcharge. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra memastikan Garuda akan menerapkan hal tersebut sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. 

“Ini akan terus kami evaluasi secara berkala atas kebutuhan penerapan fuel surcharge tersebut,” kata Irfan dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (20/4/2022). 

Baca Juga

Kebijakan terkait tambahan biaya berupa fuel surcharge tersebut ditandai dengan kebijakan Kementerian Perhubungan RI melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Regulasi tersebut mengizinkan maskapai penerbangan menyesuaikan biaya (fuel surcharge) pada angkutan pesawat dalam negeri.

Irfan mengakui kenaikan harga bahan bakar avtur tidak dapat dipungkiri berdampak signifikan terhadap komponen cost structure tiket penerbangan. “Oleh karenanya diperbolehkannya penerapan kebijakan fuel surcharge pada komponen harga tiket pesawat ini menjadi sebuah langkah yang konstruktif,” jelas Irfan. 

Terlebih, Irfan mengatakan saat ini semua tengah fokus pemulihan ekosistem industri penerbangan. Upaya tersebut salah satunya sangat dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi seperti fluktuasi harga bahan bakar. 

Irfan memastikan kebijakan fuel surcharge tersebut akan disikapi secara cermat dan seksama. Khususnya dengan memperhatikan fluktuasi harga bahan bakar avtur terhadap kebutuhan penyesuaian komponen cost structure untuk fuel surcharge pada tiket penerbangan. 

“Ini tentunya tetap mengedepankan pemenuhan kebutuhan pengguna jasa atas aksesibilitas layanan penerbangan dengan harga yang kompetitif,” ungkap Irfan. 

Menyusul adanya kenaikan harga minyak dan avtur dunia, Kementerian Perhubungan mengizinkan maskapai melakukan penambahan biaya berupa fuel surcharge pada angkutan udara penumpang dalam negeri. Ketentuan tersebut diberlakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional maskapai penerbangan dan untuk memastikan konektivitas antar wilayah di Indonesia tidak terganggu.

“Ketentuan ini dibuat setelah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait seperti maskapai penerbangan, asosiasi penerbangan, praktisi penerbangan, YLKI, dan unsur terkait lainnya di bidang penerbangan,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, Selasa (19/4/2022). 

Adita menjelaskan, adanya kenaikan harga avtur dunia sangat mempengaruhi biaya operasi penerbangan. Jika kenaikannya mempengaruhi biaya operasi penerbangan hingga 10 persen lebih, Adita menuturkan, pemerintah dapat mengizinkan maskapai penerbangan untuk menetapkan biaya tambahan seperti fuel surcharge.

Dia mengatakan, ketentuan tersebut sifatnya tidak mengikat. Artinya, lanjut Adita, maskapai penerbangan dapat menerapkan biaya tambahan berupa fuel surcharge atau tidak menerapkannya.

Adita memastikan ketentuan tersebut akan dievaluasi setiap tiga bulan atau apabila terjadi perubahan yang signifikan terhadap biaya operasi penerbangan. “Pengawasan akan dilakukan oleh Kemenhub lewat Ditjen Perhubungan Udara dan akan dievaluasi menyesuaikan dengan dinamika perubahan harga avtur dunia,” ungkap Adita.

Selain itu, Adita menyebut ketentuan tersebut tidak berpengaruh pada penyesuaian atau perubahan tarif batas bawah (TBB) maupun tarif batas atas (TBA) penerbangan. Lalu besaran biaya tambahan (fuel surcharge) dibedakan berdasarkan pada pesawat jenis jet dan propeller. 

“Untuk pesawat udara jenis jet, dapat menerapkan maksimal 10 peraendari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara. Sedangkan, untuk pesawat udara jenis propeller, dapat menerapkan maksimal 20 peraen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan,” tutur Adita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement