Selasa 23 Aug 2022 19:45 WIB

Hadiri Pameran Lukisan Freedom of Harmony Hasto: Seniman Ekspresikan Semangat Juang

Pameran lukisan ini menampilkan karya-karya 40 pelukis

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menghadiri pameran lukisan bertema Freedom Of Harmony ang digelar dalam memperingati HUT ke-77 RI.
Foto: istimewa
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menghadiri pameran lukisan bertema Freedom Of Harmony ang digelar dalam memperingati HUT ke-77 RI.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menghadiri pameran lukisan bertema "Freedom Of Harmony" yang digelar dalam memperingati HUT ke-77 RI.

Pameran lukisan ini menampilkan karya-karya 40 pelukis yang tergabung dalam Komunitas K3 di Jakarta, Selasa, (23/8/2022).

Baca Juga

Tampak hadir sejumlah kepala daerah seperti Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, Bupati Majalengka, Karna Sobahi, dan Wakil Wali Kota Tegal, M. Jumadi.

Pameran lukisan pertama telah diselenggarakan pada 1-10 Agustus 2022 di lokasi yang sama dengan tema, "The Spirit Of Independece in Art", Spirit Kemerdekaan dalam Seni Rupa.

Saat menyampaikan pidatonya, Hasto mengatakan lukisan yang ditampilkan di pameran itu menunjukkan semangat nasionalisme dan patriotisme. Ada lukisan tentang Bung Karno, Bu Fatmawati menjahit bendera Merah Putih, lukisan menggambarkan rakyat Marhaen agar berkehidupan lebih baik, dan tentang alam raya Indonesia yang indah.

Hasto lalu menggambarkan bagaimana kemerdekaan Indonesia yang baru dirayakan 17 Agustus lalu, bukanlah sebuah capaian mudah. Hasto lalu menceritakan penuturan dr.Soeharto, dokter pribadi Bung Karno, yang saat ini sedang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. 

“Menurut buku testimoni Dr. Soeharto, saat Soekarno-Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan,ada beberapa pemuda yang semula memaksa kemerdekaan justru tak hadir. Karena memang situasi keamanan pada saat itu sangat genting. Dimana tentara Sekutu yang diboncengi NICA berusaha kembali lagi.

“Suasana kebatinan saat teks Proklamasi dibacakan, ancaman todongan senjata tentara Jelang dan Sekutu ada di depan mata. Suasana memang penuh tekanan, suasana kevakuman kekuasaan dan tentara sekutu sudah berdatangan di Jakarta dan itulah yang memberikan ancaman keamanan termasuk ke Bung Karno-Hatta. Sehingga membaca proklamasi itu perlu keberanian karena senjata siap ditembakkan,” beber Hasto. 

Dan terbukti, usai pembacaan Proklamasi, beberapa waktu kemudian, dalam upaya konsolidasi negara yang baru saja merdeka, Bung Karno dihadang tentara Sekutu yang diboncengi NICA di sekitar Kwitang. Mereka ingin mengadili dan langsung mengeksekusi Bung Karno di tengah jalan. Mengetahui itu, dr. Soeharto langsung mengontak tentara Sekutu yang berasal dari India dan bersimpati pada kemerdekaan Indonesia agar datang. Dan mereka cepat bergerak, lalu bernegosiasi dengan tentara Sekutu yang berniat melakukan eksekusi.

“Kemudian terjadi perdebatan keras, akhirnya Bung Karno diijinkan meninggalkan mobil itu. Begitu Bung Marnk keluar dari mobil, mobilnya ditembak habis. Sehingga ringsek mobil itu,” urai Hasto.

Peristiwa itulah yang kemudian memicu dipindahkannya ibukota negara dari Jakarta yang dianggap tak aman, ke Yogyakarta. Tak lama kemudian Bung Karno, Ibu Fatmawati, dan Guntur Soekarnoputra ke Yogyakarta.

“Sedikit cerita ini menggambarkan kemerdekaan Indonesia dicapai dengan tidak mudah, dengan pertarungan nyawa,” kata Hasto.

“Sehingga ketika merdeka, semangat kita adalah percaya pada kekuatan sendiri. Karena itulah kita tak boleh sedikit sedikit menggantungkan diri kepada asing. Ketika kita mampu memproduksi sendiri, janganlah kita malah tergantung pada produk asing. Lalu untuk apa kita merdeka? Makanya Bung Karno mendorong semangat berdikari,” tegas Hasto.

Yang jelas, menurut Hasto, tiap karya seni termasuk lukisan di pameran ini, menggambarkan kehendak dan imajinasi para senimannya.

“Maka itu saya undang juga para kepala daerah ini untuk melihat dan ikut membeli, karena kita menghormati kebebasan berekspresi, menghormati karya seni,” tutut Hasto.

Hasto sendiri turut membeli sebuah lukisan berjudul Bu Fat karya Harun Al Rasyid yang menggambarkan bagaimana Ibu Fatmawati menjahit bendera Sang Saka Merah Putih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement