Ketiga, haji mabrur adalah haji yang tidak ada riya. Keempat, haji mabrur adalah haji yang diiringi kemaksiatan. “Jika kita termati dengan seksama, maka pendapat ketiga dan keempat ini pada dasarnya sudah tercakup dalam pendapat sebelumnya,” jelas Kiai Mahbub.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa antara pendapat satu dan yang lainnya pada dasarnya saling berkaitan dan mendukung. Intinya haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan pelbagai ketentuannya sesempurna mungkin. Demikian sebagaimana disimpulkan al-Qurthubi.
“Al-Qurthubi berkata bahwa pelbagai pendapat tentang penjelasan haji mabrur yang telah dikemukakan itu saling berdekatan. Kesimpulannya, haji mabrur adalah haji yang dipenuhi seluruh ketentuannya dan dijalankan dengan sesempurna mungkin oleh pelakunya (mukalaf) sebagaimmana yang dituntut darinya.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’I, juz V, halaman 112).
“Lantas bagaimana dengan tanda atau ciri haji mabrur! Dengan mengacu pada penjelasan di atas, maka salah satu tanda hajinya seseorang mabrur adalah ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, dan tidak mengulangi perbuatan maksiat atau dosa,” tutup Kiai Mahbub.