Menurut pedoman Global Age-Friendly Cities Guide, sebuah kota ramah lansia (age friendly city) memiliki ciri-ciri menyesuaikan struktur dan pelayanan agar dapat diakses oleh orang tua (lansia) dengan berbagai kebutuhan dan kemampuan. Suatu kota dinyatakan kota ramah lansia jika terpenuhinya ketersediaan gedung dan ruang terbuka, transportasi, perumahan, partisipasi sosial, penghormatan dan inklusi sosial, partisipasi sipil dan pekerjaan, komunikasi dan informasi, serta pelayanan masyarakat dan kesehatan bagi lansia (WHO, 2007)
"Kota Makkah dan Madinah di Arab Saudi telah memiliki fasilitas ramah lansia seperti hotel-hotel yang umumnya memiliki jalur kursi roda memasuki hotel (ramp), parkir khusus bagi lansia, dan lainnya," ujar Jamil yang juga peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Namun, Jamil menambahkan, beberapa fasilitas publik belum dikategorikan ramah lansia misalnya, transportasi bus pengangkut jamaah haji, mayoritas belum menyediakan fasilitas ramah lansia, kamar mandi hotel tidak dilengkapi pintu yang cukup untuk kursi roda, dan lift hotel yang mayoritas berukuran kecil.
Ia menegaskan, kondisi perkemahan bagi jamaah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina jauh lebih perlu mendapatkan perhatian, ukuran kapasitas tenda bagi jamaah haji, ketersediaan air bersih, jumlah toilet, semua nyaris tidak memenuhi standar, bahkan bagi non lansia.
"Hal demikian, perlu terus disuarakan kepada pihak Arab Saudi selaku penyedia layanan Arafah, Muzdalifah dan Mina," tegas Jamil.
Langkah Mitigasi
Jamil mengatakan bahwa beberapa langkah mitigasi juga perlu disiapkan secara maksimal untuk meminimalisir jumlah jamaah haji yang wafat dan sakit. Langkah pertama, perlu pemeriksaan kesehatan jamaah haji yang lebih selektif.
"Jamaah haji yang tidak memenuhi syarat istitha'ah kesehatan haji tidak boleh berangkat," jelas Jamil.
Jamil menyampaikan bahwa saat ini banyak ditemukan jamaah haji yang meninggal memiliki riwayat penyakit yang masuk kategori tidak memenuhi istitha'ah kesehatan.
Langkah kedua, dia menjelaskan, bagi jamaah haji lansia yang memenuhi istitha'ah kesehatan dan diizinkan berangkat, perlu diklasifikasi dalam empat kategori yaitu, lansia mandiri, ketergantungan ringan, sedang, dan tinggi terhadap pihak lain. Para lansia tersebut, selanjutnya perlu mendapatkan layanan tertentu dari petugas sesuai klasifikasinya selama proses menjalankan ibadah haji.
"Langkah ketiga, membatasi aktivitas jamaah haji, bagi jamaah haji lansia dengan kategori ketergantungan tinggi, secara tegas tidak diperbolehkan melakukan ibadah yang berisiko tinggi, dan harus mengikuti panduan manasik bagi lansia, seperti melontar jumrah dengan dibadalkan, tidak melakukan sholat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, tidak menjalankan umroh sunnah, dan wisata ziarah," jelas Jamil
Jamil menambahkan, langkah keempat, mengizinkan pendamping dari pihak keluarga, khususnya bagi jamaah haji lansia yang memiliki kategori ketergantungan berat. Hal demikian telah menjadi kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya. Pendamping lansia dari keluarga sangat diperlukan karena bisa lebih maksimal dalam menjaga para lansia.