Teriakan doa dari rombongan jamaah umroh yang baru tiba menyadarkan saya. Ada banyak permintaan maaf yang harus disampaikan ketika tawaf. Ada titipan doa-doa dari keluarga dan sahabat yang harus saya langitkan, ada banyak ampunan hendak diminta, dan tentu saja ada rangkaian ibadah haji dan umroh yang harus saya sempurnakan.
Jamaah laki-laki yang berada di tempat putaran tawaf diwajibkan memakai kain ihram. Sementara jamaah perempuan dibebaskan memakai pakaian apa pun asal menutup seluruh aurat.
Bagi saya, umroh saat malam atau dini hari lebih mudah. Selain karena faktor cuaca, jumlah jamaah umroh yang datang tidak terlalu banyak. Rangkaian umroh yang terdiri atas tawaf, yakni mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali, dilanjutkan dengan sai, yakni berjalan dari bukti Safa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali, dan diakhiri dengan tahalul. Rangkaian ibadah umroh saya selesaikan dalam cuaca yang lebih bersahabat.
Jamaah haji Indonesia melakukan ibadah Haji Tamattu karena antara umroh dan haji punya jeda yang lama. Karena datang beberapa pekan sebelum puncak haji dan tidak kuat berihram, pemerintah memilih Haji Tamattu untuk jamaah haji Indonesia dengan tidak memakai ihram setelah selesai umroh. Namun, pilihan ini membuat jamaah haji Indonesia akan dikenakan denda atau dam nusuk, yakni dengan menyembelih seekor kambing yang disembelih pada hari tasyriq atau 10 Dzulhijjah.
Tiga jam waktu yang saya perlukan untuk menyelesaikan umroh yang diakhiri proses tahalul. Sebelum kami para petugas dari Daker Madinah dan Daker Bandara harus pindah ke Madinah, saya menyempatkan waktu untuk berdoa mendekat ke dinding Kakbah.
Saya meminta apa saja.
Saya menyampaikan amanah doa yang dititipkan lewat pesan WA.
Dengan tangan memeluk dinding Ka'bah, saya berharap doa saya menggetarkan Sidratul Muntaha.