Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan pentingnya penanganan pascabencana di Aceh yang harus dilakukan secara gotong royong oleh seluruh kementerian dan lembaga. Menurutnya, skala dampak bencana di Aceh jauh lebih berat dibandingkan daerah lain.
Aceh Hadapi Dampak Bencana Terberat
Penegasan ini disampaikan Tito dalam Rapat Koordinasi Satgas Pemulihan Pascabencana DPR bersama Kementerian Lembaga dan Kepala Daerah di Aceh, Selasa (30/12/2025). Dari total 52 kabupaten/kota terdampak bencana di tiga provinsi, Tito mencatat bahwa Aceh memiliki jumlah terbanyak.
“Di Aceh, dari 18 [daerah terdampak], kita mencatat yang sudah mulai agak lebih baik, artinya ekonominya jalan, pemerintahannya berjalan. Itu indikator yang paling penting. Itu adalah di sebagaimana di slide dari 18 itu ada dikurangi 7, jadi ada 11,” ujar Tito.
Ia merinci, masih ada tujuh daerah di Aceh yang memerlukan perhatian serius. Tujuh daerah tersebut meliputi Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Timur, Gayo Lues, Bener Meriah, dan Pidie Jaya, yang beberapa hari lalu kembali terdampak banjir.
“Kemudian tanpa, mohon maaf, menafikan daerah yang lain. Karena yang daerah lain itu ada pengungsi, iya, tapi relatif recover karena pemerintahannya jalan, ekonominya jalan. Yang paling berat adalah Tamiang, karena Tamiang pemerintahannya belum berjalan efektif dan kemudian ekonomi juga belum berjalan maksimal,” jelasnya.
Perbandingan Pemulihan dengan Provinsi Lain
Sementara itu, Tito membandingkan dengan Sumatera Utara yang dinilainya cepat melakukan pemulihan. Dari 18 daerah terdampak di Sumatera Utara, tersisa 5 daerah yang masih memerlukan penanganan. Di Sumatera Barat, dari 16 daerah terdampak, masih ada 3 daerah yang perlu perhatian, yaitu Agam, Padang Pariaman, dan Tanah Datar.
Estimasi Anggaran Pemulihan Pascabencana
Untuk pemulihan hingga tuntas, diperkirakan dibutuhkan anggaran sekitar Rp 59,25 triliun. Rinciannya, Rp 33,75 triliun untuk Aceh, Rp 13,5 triliun untuk Sumatera Barat, dan Rp 12 triliun untuk Sumatera Utara.
“Dengan meliputi berbagai macam komponen, termasuk masalah kantor desa, kemudian sekolah, kemudian fasilitas kesehatan, jembatan, dan lain-lain. Yang itu mungkin dikeroyok oleh seluruh kementerian lembaga,” sambung Tito.
Fokus Percepatan Pemulihan
Tito mengakui terdapat banyak kemajuan terkait perbaikan jembatan, namun daerah terpencil masih menjadi perhatian. “Alhamdulillah nasional sudah, Medan sudah terkoneksi dengan Banda Aceh, dan itu sangat berarti sekali untuk logistik dibanding pada waktu yang lalu,” katanya.
Ia menambahkan, langkah percepatan yang paling mendesak saat ini adalah pembersihan, terutama di Aceh Tamiang, Aceh Utara, dan Aceh Timur. “Pembersihan ini harus betul-betul dimobilisasi,” tegasnya.
TNI dan Polri telah menambah personel untuk membantu penanganan pascabencana. Pihaknya juga berupaya menghidupkan kembali pemerintahan daerah, khususnya di Aceh Tamiang.
“Tamiang ada Pak Bupati, tapi saya tahu Pak Bupati juga memerintah Kadis juga semua terdampak, anak buahnya juga terdampak, kesulitan. Kemudian yang di ekonomi, kami lihat yang lain sudah hidup, tapi toko-toko, kemudian SPBU, dan lampu listrik yang belum terlalu normal, atau direktur PLN ada di sini, itu adalah Tamiang,” jelasnya.
Mendagri menegaskan penanganan Aceh Tamiang harus dilakukan secara bersama-sama. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan akan berkunjung ke Aceh Tamiang pada 1 Januari 2025.
“Jadi Tamiang ini memang harus betul-betul diserang, dikeroyok ramai-ramai supaya secepat mungkin bangkit, apalagi Bapak Presiden akan hadir tanggal 1 (Januari) ke sana,” imbuh Tito.






