Berita

Resonansi Budaya Indonesia-Korea Selatan: Kunci Sukses Film Exhuma Tembus 2,6 Juta Penonton

Advertisement

Film Exhuma, sebuah karya sinema Korea Selatan, berhasil memukau jutaan penonton di Indonesia, menjadikannya salah satu film asing tersukses di pasar Tanah Air. Chief Marketing Officer CGV Indonesia, Ssun Kim, mengungkapkan bahwa faktor resonansi budaya menjadi kunci utama di balik pencapaian fenomenal ini.

Kesamaan Budaya Pendorong Minat Penonton

Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan The Korea Foundation, Ssun Kim memaparkan bahwa Exhuma meraih 2,6 juta penonton di Indonesia. Kesuksesan ini mendorong pengiriman jurnalis Korea ke Indonesia untuk menelisik lebih dalam faktor-faktor keberhasilannya.

“Jadi dari film Exhuma ini, budaya yang keluar dari filmnya itu sangat mempunyai resonansi atas budaya yang ada di Indonesia,” ujar Ssun Kim, yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa salah satu daya tarik utama adalah kecintaan penonton Indonesia terhadap genre horor. Lebih lanjut, unsur budaya Korea dalam film tersebut ternyata memiliki keterkaitan erat dengan tradisi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah penggambaran prosesi pemakaman yang tidak menggunakan kremasi, melainkan penguburan.

“Dan juga di film ini untuk pemakamannya itu kan nggak pakai kremasi, yaitu ceritanya itu mengenai dikubur. Nah, itu juga sangat resonate sama orang-orang di Indonesia yang biasanya kalau misalnya emang ada yang meninggal itu, kebanyakan dari orang-orang yang dari agama Muslim itu pasti kan enggak boleh dikremasi, bolehnya itu adalah dikubur,” jelas Ssun.

Diskusi yang dibuka kepada peserta acara turut menghadirkan berbagai pandangan. Muncul pendapat bahwa kesamaan budaya memang menjadi pendorong signifikan. Selain itu, sejarah kolonisasi Jepang di Korea juga disebut sebagai elemen penting yang turut membentuk narasi.

Ssun Kim menyimpulkan bahwa kemiripan budaya antara Indonesia dan Korea Selatan tercermin kuat dalam film Exhuma. Kesamaan selera terhadap film horor yang diangkat dari cerita rakyat juga menjadi faktor pendukung.

“Nah ini adalah aspek-aspek yang ada, sebuah koneksi dari film Korea juga dan ada di film Indonesia juga,” katanya.

Prestasi Internasional dan Sinopsis Exhuma

Film Exhuma tidak hanya sukses di Indonesia, tetapi juga menorehkan prestasi di kancah internasional. Film ini dianugerahi Special Jury Award di Sitges Film Festival, Spanyol, dan memenangkan empat penghargaan di Baeksang Arts Awards, termasuk Best Director, Best Actress (Kim Go Eun), Best New Actor (Lee Do Hyun), dan Technical Award (Sound) untuk Kim Byung In.

Advertisement

Tayang perdana di Korea Selatan pada Februari 2024, Exhuma langsung merajai bioskop di negara asalnya dengan mencatat 12 juta penonton. Film thriller misteri ini mengisahkan dua dukun muda yang direkrut oleh keluarga kaya untuk menyelamatkan jiwa mereka dari ancaman arwah leluhur. Mereka bekerja sama dengan ahli bedah mayat dan paranormal untuk menggali makam leluhur di sebuah desa terpencil.

Strategi Pasar Indonesia untuk Film Korea

Ssun Kim juga membeberkan alasan mengapa film-film Korea Selatan secara strategis menyasar pasar Indonesia.

1. Populasi Besar dan Demografi Muda

Indonesia memiliki populasi lebih dari 286 juta jiwa, menjadikannya negara dengan populasi terbesar keempat di dunia. Demografi muda yang besar menjadi daya tarik tersendiri.

2. Pertumbuhan Konektivitas Internet Pesat

Dengan sekitar 230 juta pengguna internet atau 80,5% dari total populasi, Indonesia menawarkan potensi jangkauan yang sangat luas bagi konten digital.

3. Peningkatan Daya Beli

Indonesia dinilai sebagai pasar yang potensial untuk peningkatan daya beli, memungkinkan masyarakat untuk berlangganan layanan digital, membeli tiket bioskop, dan menikmati hiburan.

4. Audiens Online yang Aktif dan Terlibat

Generasi milenial dan Gen Z di Indonesia dikenal sangat aktif dalam mengonsumsi, membagikan, dan mendiskusikan konten media di media sosial, menciptakan ekosistem promosi yang dinamis.

“Banyak dari mereka mengonsumsi, membagikan, dan mendiskusikan konten media. Jadi ini adalah proporsi yang sangat, sangat aktif di pasar Indonesia,” pungkas Ssun.

Advertisement