Jumat 10 Apr 2020 00:15 WIB

Din Tolak Usulan Dana Haji untuk Penanganan Covid-19

Uang yang disetorkan oleh calon haji, sebagai nasabah di bank adalah hak milik mereka

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agus Yulianto
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Din Syamsudin
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Din Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia ( Wantim MUI), Din Syamsuddin mengatakan, dirinya menolak usulan anggota Komisi VIII DPR/RI mengalihkan dana haji untuk penanganan pandemi global Covid-19.

Din menegaskan, batal atau tidaknya pelaksanaan haji 2020 perlu menunggu keputusan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Semua pihak harus melihat kembali perkembangan persebaran Covid-19 ini, khususnya di Arab Saudi.

Jika nantinya pelaksanaan haji 2020 dibatalkan, maka Pemerintah Indonesia perlu mengambil kebijakan terhadap calon jamaah yang sudah melakukan pelunasan.

"Terkait hal ini, saya tidak setuju jika uang jamaah dialokasikan atau dialihkan untuk penanganan Covid-19. Kecuali mereka (jamaah) mengizinkan," ujar Din Syamsuddin saat dihubungi Republika, Kamis (9/4).

Din mengatakan, uang yang disetorkan oleh calon haji, sebagai nasabah di bank adalah hak milik mereka. Justru, selama ini yang banyak dikritik, seolah-olah uang yang sudah disetor bukan lagi hak milik mereka.

Dalam operasional bank syariah, dikenal nisbah. Yakni bagi hasil dengan cara profit sharing, atau membagi keuntungan bersih dari usaha atau investasi yang sudah dijalankan.

Bank syariah di Indonesia, disebut Din, termasuk bank konvensional, bukan khusus untuk haji. Sehingga, bagi hasil tersebut harusnya dikembalikan kepada pemilik uang. Jumlah nisbah bisa besar, melihat masa tunggu keberangkatan calon jamaah haji Indonesia yang kini bisa sampai 20 tahun.

"Terkait itu, jika pemilik uang atau calon jamaah mengizinkan, bisa nisbahnya itu yang diberikan untuk penanganan Covid-19. Tapi sekali lagi harus sesuai izin mereka," lanjut Din.

Ia lantas mengingatkan jika mayoritas calon jamaah haji Indonesia adalah rakyat kecil-menengah, yang untuk berangkat haji harus menabung selama belasan hingga puluhan tahun.

Din menyayangkan jika usaha yang sudah dilakukan oleh calon jamaah, dialihkan begitu saja. Kecuali, jika calon jamaah berasal dari golongan mampu atau kaya.

"Nggak bisa semena-mena. Jumlah yang banyak itu, apalagi yang sedang menunggu. Mereka menunggu bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Nisbah itu tidak pernah dikembalikan ke pemilik," kata dia.

Kalaupun ada rencana untuk mengalokasikan biaya guna penanganan Covid-19, Din mengusulkan untuk mengambil dari dana yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dana senilai 100 triliun yang ada bisa diambil sebagian. Ini bisa menjadi kontribusi umat Muslim untuk bangsa dan negara.  

Sebelumnya, anggota Komisi Vlll DPR RI Fraksi Demokrat Nanang Samodra, mengusulkan ke Menteri Agama Fachrul Razi untuk mengalihkan dana penyelenggaraan haji untuk penanganan Covid-19. Hal itu ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI bersama Menteri Agama Fachrul Razi, Rabu (8/4).

Nanang menilai, ada kemungkinan besar pelaksanaan haji 2020 tertunda. Alasannya, hingga saat ini belum ada tanda-tanda Covid-19 akan menurun. Jika benar ditunda, dia meminta Menag membuat skenario dana untuk keperluan Haji dialihkan untuk menangani Covid-19.

"Kalau tadi dari pendidikan dapat Rp 2 triliun, saya yakin dari ibadah Haji juga dimungkinkan akan dapat lebih banyak dari itu, apabila ibadah haji tidak berlangsung atau tidak jadi," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement