Namun, para pejabat Palestina kecewa karena pasokan bahan bakar tidak disertakan. Mereka juga menyebut bantuan tersebut hanya tiga persen dari jumlah yang masuk ke Gaza sebelum krisis terjadi.
“Tidak termasuk bahan bakar dari bantuan kemanusiaan, berarti nyawa pasien dan korban luka akan tetap berisiko. Rumah sakit di Gaza kehabisan persyaratan dasar untuk melakukan intervensi medis,” kata Kementerian Kesehatan Gaza.
Pengepungan total yang dilakukan Israel terhadap Gaza, yang dilancarkan setelah serangan lintas batas terhadap Israel selatan pada 7 Oktober oleh militan gerakan Islam Hamas telah menyebabkan 2,3 juta penduduk di wilayah kantong tersebut kehabisan makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar.
PBB mengatakan konvoi yang berisi pasokan penyelamat jiwa itu akan diterima dan didistribusikan oleh Bulan Sabit Merah Palestina, dengan persetujuan Hamas, yang menguasai Gaza.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyambut baik pembukaan tersebut. Namun di sisi lain, ia juga menegaskan Israel bahwa tidak ada bantuan yang akan berakhir di tangan Hamas.
“Kami mendesak semua pihak untuk menjaga penyeberangan Rafah tetap terbuka, untuk memungkinkan berlanjutnya pergerakan bantuan yang sangat penting bagi kesejahteraan masyarakat Gaza,” kata Blinken dalam sebuah pernyataan.
Para pejabat PBB mengatakan setidaknya dibutuhkan 100 truk setiap hari dan bahwa setiap operasi bantuan harus berkelanjutan dalam skala besar. Ini merupakan hal yang sulit dilakukan saat ini, mengingat Israel melakukan pengeboman siang dan malam yang telah menghancurkan seluruh distrik berpenduduk.
Sebelum pecahnya konflik, dilaporkan rata-rata sekitar 450 truk bantuan tiba setiap harinya di Gaza.