Bratalegawa akhirnya memilih meninggalkan Kawali dan menetap di Caruban Girang (sekarang Kabupaten Cirebon) yang masih wilayah Galuh. Di sana, Haji Purwa menyebarkan ajaran Islam hingga terbentuknya komunitas Muslim pesisir pertama di wilayah Tatar Sunda.
Caruban Girang akhirnya berkembang menjadi sebuah kerajaan Islam dengan raja pertama adalah Pangeran Walangsungsang (1460-1479) putra Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang. Walangsungsang adalah seorang Muslim juga dikenal sebagai Ki Somadullah, Haji Abdullah Iman, Pangeran Cakrabuana, dan Embah Kuwu Sangkan.
Pangeran Walangsungsang menyingkir dari pusat kerajaan Padjajaran ke Caruban Girang yang masih wilayah kekuasaan kerajaan Galuh karena tidak suka dengan sikap Prabu Siliwangi terhadap sang ibunda. Bersama kedua adiknya Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara, ia membangun pedukuhan Cirebon (Caruban Nagari) menjadi Kesultanan Cirebon.
Pada 1448 M, Walangsungsang dan Rara Santang berlayar ke Makkah. Kedua bangsawan Sunda ini tinggal di Makkah selama tiga bulan, di bawah bimbingan Syekh Bayanullah (saudara laki-laki Syekh Datuk Kahfi). Di bawah bimbingan Syekh Bayanullah, mereka kemudian menunaikan ibadah haji. Selama berada di Makkah, Walungsungsang dan Rara Santang ini juga memperdalam keimanan terhadap Islam.
Walangsungsang dan Rara Santang kemudian mengambil nama Arab, yakni Haji Abdullah Iman dan Syarifah Mudaim. Rara Santang menikah dengan seorang amir atau bangsawan setempat bernama Syarif Abdullah.
Mereka mempunyai putra bernama Syarif Hidayatullah. Kelak putra dari Rara Santang ini berjuluk Sunan Gunung Jati dan menjadi Raja di Kesultanan Cirebon pada 1479-1568 menggantikan Prabu Walangsungsang yang mengundurkan diri secara sukarela pada tahun 1479.
Di masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati...