IHRAM.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Israel kekeuh meminta Arab Saudi mengizinkan warga Palestina dengan kewarganegaraannya terbang langsung ke Kerajaan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh. Langkah potensial menuju normalisasi hubungan ini didorong di tengah berhentinya kemajuan hubungan dua negara.
Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan negara itu berupaya menindaklanjuti permintaan sebelumnya yang diajukan untuk mengizinkan penerbangan langsung ke Kerajaan.
"Masalah ini sedang didiskusikan. Saya tidak bisa memberi tahu Anda apakah ada kemajuan. Tapi dengan itu, saya optimistis kita bisa memajukan perdamaian dengan Arab Saudi," ujar dia dikutip di Middle East Monitor, Jumat (5/5/2023).
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu disebut-sebut berupaya menempatkan perluasan hubungan dengan Arab Saudi di garis depan pemerintahan barunya ketika berkuasa tahun lalu. Pada Desember, dia muncul ke televisi pemerintah Arab Saudi untuk mengklaim normalisasi adalah kunci perdamaian antara Israel dan Palestina.
Musim panas lalu, Israel dan Arab Saudi tampaknya semakin dekat ke serangkaian kesepakatan yang dapat mengatur panggung pembentukan hubungan diplomatik resmi di masa depan.
Pada kunjungannya ke kerajaan pada bulan Juli lalu, Presiden AS Joe Biden mengumumkan kesepakatan antara Israel, Mesir dan Arab Saudi untuk mengalihkan kendali pulau Laut Merah Tiran dan Sanafir dari Mesir ke Arab Saudi, dengan persetujuan Israel.
Sebagai imbalannya, Arab Saudi mengizinkan maskapai penerbangan Israel untuk terbang di atas wilayah udaranya. Sebelumnya, hanya penerbangan Israel ke Uni Emirat Arab dan Bahrain yang dapat terbang di atas Kerajaan, serta penerbangan Air India ke dan dari Israel.
Tetapi kemajuan pendekatan ini tampaknya telah melambat. Pengalihan pulau Laut Merah pun ditahan karena kekhawatiran Mesir.
Pada Januari, Menteri Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pihak Kerajaan tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel sampai Palestina diberikan kenegaraan.
Arab Saudi juga secara efektif menghalangi rencana sebelumnya mengizinkan Cohen menghadiri konferensi PBB di Kerajaan. Mereka juga menolak membahas secara serius detail keamanannya.
Sementara itu, ketegangan di Tepi Barat yang diduduki semakin meningkat sejak pasukan Israel melakukan serangkaian serangan di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur. Serangan itu dikecam keras oleh negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi.
Netanyahu sebelumnya menegosiasikan Abraham Accords 2020, yang membuat Israel menjalin hubungan dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko dan Sudan, dengan dukungan AS. Meski demikian, para analis mengatakan ketergantungan perdana menteri Israel pada sekutu sayap kanan dalam pemerintahan barunya mempersulit upaya untuk memperpanjang kesepakatan.
Di sisi lain, Riyadh telah menyatakan kesediaan untuk terlibat dengan Israel, tetapi meminta AS untuk jaminan keamanan dan bantuan program nuklirnya sebagai imbalan.
Baru-baru ini, keputusan Arab Saudi untuk menjalin kembali hubungan dengan Iran dalam kesepakatan yang ditengahi oleh China adalah pukulan terbaru terhadap upaya Israel merayu Riyadh dan mengisolasi Teheran.
Kini, mencairnya hubungan Iran-Saudi telah mengacak-acak papan catur geopolitik kawasan itu. Kerajaan Saudi saat ini ingin mencapai kesepakatan damai dengan pemberontak Houthi, yang bersekutu dengan Iran di Yaman. Di sisi lain, mereka juga ingin membangun kembali kontak dengan Hamas, kelompok yang mengatur Jalur Gaza yang terkepung dan yang oleh AS dan Israel dicap sebagai organisasi teroris.