Jakarta – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Lembaga antirasuah itu dituding memiliki catatan prestasi buruk setelah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun tersebut.
Catatan Prestasi Buruk KPK
Kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara ini pertama kali diumumkan KPK pada tahun 2017. Saat itu, Bupati Konawe Utara periode 2016-2021, Aswad Sulaiman (AS), ditetapkan sebagai tersangka. Namun, setelah bertahun-tahun tidak terdengar kabarnya, KPK mengumumkan penghentian penyidikan kasus ini di penghujung tahun 2025. KPK menyatakan telah mengeluarkan SP3 sejak Desember 2024.
Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyayangkan keputusan KPK tersebut. Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menilai penghentian kasus ini sebagai catatan prestasi buruk bagi KPK. “Ini merupakan satu catatan prestasi buruk bagi KPK ketika KPK mengeluarkan SP3 dari zaman KPK didirikan itu KPK selalu selektif menetapkan sebuah perkara sampai di tahap penyidikan,” kata Zaenur kepada wartawan, Minggu (28/12/2025).
Zaenur menekankan bahwa penghentian kasus ini seharusnya menjadi momentum evaluasi bagi KPK. Ia berharap KPK dapat lebih ketat dalam menetapkan tersangka dengan alat bukti yang kuat. “Apapun ini cerita ini harus menjadi evaluasi bagi KPK ya agar KPK yang pertama harus jauh lebih ketat ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka,” ujarnya.
Selain itu, Zaenur juga meminta KPK untuk tidak menangani perkara secara berlarut-larut dan menyelesaikan setiap kasus tepat waktu. “KPK itu harus melakukan evaluasi penanganan setiap perkara ketika perkara itu sudah ulang tahun KPK tidak boleh menangani perkara berlarut-marut harus ada evaluasi agar setiap perkara benar-benar diselesaikan tepat waktu tidak berlarut-larut dijamin kepastian hukum,” tegasnya.
Eks Penyidik Merasa Janggal
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengaku heran dengan keputusan KPK yang tiba-tiba mengeluarkan SP3 untuk kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara. Yudi berpendapat bahwa KPK seharusnya membongkar kasus ini hingga tuntas.
“Ini benar benar aneh. Tidak ada hujan tidak ada angin KPK SP3. Apalagi baru diumumkan sekarang. Jadi KPK harusnya bongkar korupsi tambang ini malah SP3,” kata Yudi kepada wartawan, Minggu (28/12/2025).
Yudi mendesak KPK untuk memberikan penjelasan rinci mengenai alasan penghentian kasus ini, terutama mengingat kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 2,7 triliun. “Apa faktor penyebab mereka SP3 kasus yang merugikan negara begitu besar tersebut. Termasuk siapa dugaan orang-orang atau perusahaan yang telah diperiksa terkait penyidikan tersebut, tanpa transparansi dan akuntabilitas terkait SP3 tersebut maka kecurigaan dari masyarakat kepada KPK akan meninggi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa KPK seharusnya bisa membuktikan kasus ini di pengadilan daripada menghentikannya. Yudi meragukan alasan kurangnya alat bukti. “Tentu 2 alat bukti sudah ditemukan. Jadi kenapa nggak bertarung saja di pengadilan dibanding mengeluarkan SP3, yang mana masyarakat tidak tahu apa itu alat bukti yang dianggap KPK nggak ketemu kecukupannya kalau di pengadilan kan jelas,” tuturnya.
“Terbuka KPK jangan bermain di ruang gelap, dia yang menyidik, dia yang SP3, tidak mungkin bukti kurang karena menaikkan status ke penyidikan dari penyelidikan,” imbuhnya.
MAKI Minta Kejagung Ambil Alih
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) juga menyatakan kekecewaannya atas penghentian penyidikan kasus ini. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan akan mengirimkan surat ke Kejaksaan Agung (Kejagung) agar menangani perkara tersebut dari awal.
“Saya menyesalkan penghentian itu karena sudah diumumkan tersangkanya itu bahkan diduga menerima suap,” ujar Boyamin Saiman kepada wartawan, Minggu (28/12/2025).
“Saya sudah berkirim surat ke Kejaksaan Agung untuk menangani perkara ini, untuk memulai penyidikan baru atau mulai penanganan baru berkirim surat,” imbuhnya.
Boyamin juga berencana mengajukan gugatan praperadilan untuk membatalkan SP3 tersebut. Namun, ia akan menunda upaya praperadilan jika Kejaksaan Agung bergerak cepat menangani kasus ini. “Saya juga akan menempuh upaya praperadilan untuk membatalkan SP3 itu tapi saya melihat kalo kejaksaan Agung sangat cepat menangani saya otomatis masih menunda praperadilannya,” katanya.
Alasan KPK Setop Penyidikan
KPK membenarkan penerbitan SP3 kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara. Juru Bicara KPK, Budi, menyatakan bahwa penerbitan SP3 pada 2024 itu sudah tepat karena adanya kendala dalam perhitungan kerugian negara.
“Benar (SP3 sejak 2024),” kata Budi kepada wartawan, Minggu (28/12/2025).
“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2, Pasal 3-nya (UU Tipikor), yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” jelasnya.
Selain itu, faktor waktu juga menjadi pertimbangan. Dengan tempus perkara yang terjadi pada 2009, kasus ini dianggap kedaluwarsa untuk pasal suapnya.
“Kemudian, dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya,” tutupnya.






