Berita

KPK Ungkap Kendala Teknis dan Kadaluarsa Jadi Alasan SP3 Kasus Tambang Rp 2,7 T

Advertisement

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara mengenai keputusan menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun. KPK menegaskan bahwa penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) tersebut murni karena kendala teknis dan bukan tekanan politik.

Kendala Teknis dan Kadaluarsa

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa kendala utama dalam penanganan kasus ini adalah ketidakcukupan alat bukti. Hal ini disebabkan oleh auditor yang tidak dapat melakukan penghitungan kerugian negara.

“Kalau tekanan politik tidak ada, ini murni kendala di teknis proses penanganan perkara. Ketidakcukupan alat bukti karena auditor tidak bisa melakukan penghitungan,” ujar Budi Prasetyo saat dihubungi, Senin (29/12/2025).

Kasus yang bermula sejak tahun 2017 ini awalnya menjerat Bupati Konawe saat itu, Aswad Sulaiman (AS), sebagai tersangka. KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 2,7 triliun.

Budi menambahkan bahwa penghentian penyidikan yang telah diterbitkan sejak Desember 2024 ini juga dipengaruhi oleh kendala lain. “Sangkaan awal pasal 2 dan pasal 3 tapi dalam prosesnya auditor tidak bisa melakukan penghitungan KN-nya (kerugian negara),” jelasnya.

Advertisement

Lebih lanjut, terkait dugaan suap dalam kasus yang sama, Budi menyebutkan bahwa perkara tersebut telah kadaluarsa. Kombinasi antara ketidakcukupan alat bukti terkait kerugian negara dan kendala kadaluarsa pada pasal suap menjadi alasan KPK menerbitkan SP3.

“Ketidakcukupan alat bukti karena auditor tidak bisa melakukan penghitungan kerugian keuangan negara kemudian pasal suapnya kendala di kadaluarsa penuntutan,” pungkas Budi.

Kasus Konawe Utara Sejak 2017

Pada tahun 2017, KPK menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka atas dugaan korupsi terkait izin pertambangan. Ia diduga memperkaya diri sendiri dan menyalahgunakan kewenangan.

Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, menyatakan bahwa dugaan korupsi tersebut terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di Konawe Utara, yang diduga berlangsung pada periode 2007-2009.

“Indikasi kerugian negara yang sekurang-kurangnya Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan produksi nikel, yang diduga diperoleh dari proses perizinan yang melawan hukum,” kata Saut Situmorang pada Selasa (3/10/2017).
Advertisement