Berita

Kejari Kabupaten Bogor Selesaikan 6 Perkara Lewat Restorative Justice, Naik Dibanding Tahun Lalu

Advertisement

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor berhasil menyelesaikan enam perkara pidana melalui mekanisme restorative justice sepanjang tahun 2025. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencatat dua kasus serupa.

Pencapaian Kinerja Kejari Kabupaten Bogor 2025

Sepanjang tahun 2025, Kejari Kabupaten Bogor menerima total 1.414 Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Dari jumlah tersebut, 932 berkas perkara telah ditindaklanjuti ke tahap satu. Selanjutnya, sebanyak 778 berkas dinyatakan P21 atau lengkap.

“Kami telah menyelesaikan ada beberapa perkara di tahun ini, dari Januari 2025 sampai dengan kemarin, hari ini 31 Desember 2025. SPDP yang telah kami terima sebanyak 1.414 SPDP. Tahap 1 yang ditindaklanjuti dengan berkas ada 932 berkas perkara. Yang kami nyatakan P21 sebesar 778 perkara,” ujar Kasi Pidum Kejari Kabupaten Bogor Agung Ary Kesuma, kepada wartawan di kantornya, Rabu (31/12/2025).

Pada tahap kedua, penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan untuk 818 perkara. Setelah dilimpahkan ke pengadilan, sebanyak 736 perkara telah diputus hingga akhir tahun. Dari jumlah tersebut, 774 perkara telah dieksekusi.

“Setelah diputus sampai dengan hari ini sebesar 736 perkara. Kami telah melakukan eksekusi terhadap putusan tersebut sebanyak 774 perkara,” ungkapnya.

Peningkatan Penyelesaian Kasus Lewat Restorative Justice

Agung Ary Kesuma menjelaskan bahwa penyelesaian enam perkara melalui restorative justice merupakan wujud pendekatan humanis dari bidang Pidum Kejaksaan. Ia menekankan bahwa tidak semua kasus harus berakhir di meja hijau, terutama jika penyelesaian damai dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Advertisement

“Dari tahun sebelumnya hanya 2 perkara, tahun ini kami berhasil menyelesaikan 6 perkara untuk restorative justice,” bebernya.

Ia menambahkan, respons positif dari tokoh masyarakat seperti Ketua RT, RW, hingga lurah menjadi pertimbangan dalam memberikan opsi restorative justice. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi pelaku, kehamilan istri, atau anak dengan kebutuhan khusus menjadi alasan pemberian kesempatan rekonsiliasi.

“Inilah sisi humanistis dari bidang Pidum Kejaksaan, bagaimana Kejaksaan bisa tampil dengan humanistis dengan penyelesaian perkara-perkara berdasarkan restorative justice,” lanjut dia.

“Respons positif yang diberikan oleh RT, RW, sampai lurahnya bahwa orangnya memang tidak mampu, ada alasan khusus kenapa kami memberikan RJ. Yang kemarin ada istrinya sedang hamil, ada salah satu anaknya sedang mempunyai kebutuhan khusus,” jelasnya.

Advertisement